Bisnis.com, JAKARTA – Perubahan teknologi, fragmentasi geoekonomi, ketidakpastian ekonomi, pergeseran demografi, dan transisi energi menjadi pendorong utama dalam membentuk dan mengubah pasar tenaga kerja global pada 2030.
Berdasarkan laporan Future of Jobs Report 2025 yang dihimpun World Economic Forum menyebutkan, setidaknya akan ada 170 juta pekerjaan baru yang tercipta dalam dekade ini.
Meski banyak lapangan pekerjaan tumbuh dengan cepat, seperti permintaan untuk peran yang mampu beradaptasi dengan kemampuan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), teknisi fintech, dan spesialis big data, ada juga profesi yang bakal menyusut. Adapun, pertumbuhan lapangan pekerjaan banyak didorong dari sektor pertanian.
“Tren transisi hijau termasuk upaya untuk mengurangi emisi karbon dan beradaptasi dengan krisis iklim, setidaknya akan membutuhkan 34 juta lapangan pekerjaan hingga 2030,” tulis laporan tersebut.
Adaptasi perubahan iklim menjadi kontributor terbesar ketiga terhadap pertumbuhan bersih lapangan kerja global pada 2030. Sektor ini setidaknya. akan menyumbang tambahan 5 juta lapangan kerja bersih, sementara mitigasi perubahan iklim berada di urutan ke-6 dengan tambahan 3 juta lapangan kerja bersih.
Sementara itu, tren dalam pembangkitan, penyimpanan, dan distribusi energi diperkirakan akan menciptakan tambahan 1 juta lapangan kerja.
“Ekspektasi seputar tren adaptasi dan mitigasi perubahan iklim mendorong lapangan pekerjaan insinyur lingkungan dan insinyur energi terbarukan ke dalam 15 pekerjaan dengan pertumbuhan tercepat. Tidak hanya itu, peran seperti spesialis keberlanjutan dan teknisi energi terbarukan, juga ikut bertambah,” jelas laporan yang dirilis dengan menyatukan lebih dari perspektif 1.000 pengusaha global terkemuka.
Meski negosiasi agenda iklim begitu kompleks di tingkat global, tetapi transisi hijau ternyata tetap menjadi prioritas bagi banyak perusahaan di dunia. Setidaknya, 47 persen pengusaha yang disurvei mengantisipasi peningkatan upaya/investasi dalam mengurangi emisi karbon.
Selain itu, sebanyak 41 persen pengusaha memperkirakan bahwa peningkatan upaya/investasi untuk beradaptasi dengan perubahan iklim akan ikut mendorong perubahan organisasi yang signifikan. Terkait sektor industri, laporan ini juga menyebut bahwa industri otomotif, dirgantara, pertambangan dan logam, siap melakukan transformasi yang signifikan saat perusahaan menjalankan program dekarbonisasi.
Untuk menghadapi tantangan peran pekerjaan baru, World Economic Forum menyarankan bahwa pekerja/perusahaan meningkatkan fokus pada pengelolaan lingkungan sebagai keterampilan penting. Wawasan mengenai adaptasi iklim, inisiatif pengurangan karbon, dan teknologi pembangkitan, penyimpanan, dan distribusi energi, menjadi keterampilan yang semakin berkaitan di berbagai sektor.
Bagaimana Indonesia?
Kemajuan teknologi, prospek ekonomi yang tidak menentu, dan meningkatnya fragmentasi geoekonomi diperkirakan ikut membentuk pasar tenaga kerja di Asia Tenggara selama periode 2025-2030.
Untuk mempersiapkan diri menghadapi tantangan ini, dan memenuhi kebutuhan bisnis yang muncul, para pengusaha yang berkantor pusat di Asia Tenggara diharapkan fokus pada peningkatan keterampilan tenaga kerja dan perekrutan staf dengan keterampilan baru.
Beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina berharap dapat mengatasi tantangan ini dengan memfasilitasi transisi pekerjaan internal. Sementara itu, Singapura dan Vietnam menyerukan reformasi kebijakan untuk memperluas basis bakat pekerja di negara tersebut.
Khusus Indonesia, digitalisasi dianggap sebagai pendorong terpenting transformasi pasar tenaga kerja di Tanah Air pada 2030. Setidaknya, survei menunjukkan 83 persen bisnis yang beroperasi di Indonesia memperkirakan tren ini akan memengaruhi organisasi perusahaan, dibandingkan dengan 60 persen secara global.
Adapun 41 persen pengusaha juga menyoroti peningkatan pembatasan perdagangan dan investasi sebagai tren utama yang memengaruhi bisnis mereka. Proyeksi ini besarannya hampir dua kali lipat rata-rata global.
Perusahaan-perusahaan di Indonesia perlu meningkatkan strategi tenaga kerja yang fokus fokus pada transisi karyawan dari peran yang diproyeksi dibutuhkan di masa mendatang. Sebut saja yang berkaitan dengan Spesialis AI dan Spesialis Keberlanjutan.