Bisnis.com, JAKARTA – Volume transaksi bursa karbon atau IDXCarbon sepanjang November 2024 turun dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Akumulasi volume transaksi menjelang akhir tahun juga belum melampaui performa sepanjang 2023 ketika bursa karbon pertama kali meluncur.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), volume karbon yang diperdagangkan sepanjang November 2024 berjumlah 1.661 ton CO₂e. Volume ini turun 99,43% dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang menembus 290.885 ton CO₂e.
Adapun nilai transaksi di bursa karbon sepanjang November 2024 bertengger di Rp97,96 juta. Sementara itu, nilai transaksi bulan sebelumnya mencapai Rp13,39 miliar.
Secara total, aktivitas perdagangan di bursa karbon sampai pengujung November 2024 mencapai 412.186 ton CO₂e dengan nilai transaksi Rp19,64 miliar. Adapun volume transaksi perdagangan bursa karbon Indonesia telah mencapai 613.894 ton CO2e dengan nilai transaksi Rp37,06 miliar, sejak diluncurkan setahun lalu, pada 26 September 2023.
Terlepas dari torehan ini, nilai transaksi di bursa karbon cenderung lebih rendah daripada realisasi sepanjang 2023. Di tahun pertamanya, nilai transaksi menembus Rp30,91 miliar.
Sekretaris Perusahaan BEI Kautsar Primadi Nurahmad sempat mengakui bahwa likuiditas bursa karbon Indonesia memang tidak terlalu tinggi saat ini. Dia menilai ekosistem yang belum terbangun, ketiadaan insentif dan sanksi menjadi segelintir alasan yang mempengaruhi tingkat transaksi di pasar.
Baca Juga
“Harapannya di tahun depan inisiatif pemerintah, semakin selaras dengan bagaimana menyemarakkan bursa karbon, caranya menciptakan insentif dan regulasi berupa sanksi jika [perusahaan] mencapai emisi tertentu,” kata Kautsar, Sabtu (30/11/2024).
Sebelumnya, Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 2 BEI Ignatius Denny Wicaksono mengatakan perdagangan bursa karbon yang sepi merupakan fenomena global.
“Penggunaan offset net zero memang luar biasa menurun," ujarnya setelah acara Ring The Bell for Climate dan Closing Ceremony IDX Net Zero Incubator (20/11/2024).
Angka perdagangan di bursa karbon Indonesia yang telah mencapai 613.894 ton CO2e menurutnya lebih tinggi dibandingkan dengan bursa serupa di negara lain, seperti bursa Malaysia dan bursa Jepang yang telah lebih dahulu meluncur.
“Ini menandakan ada tekanan terhadap karbon kredit,” kata Ignatius.
Dia menambahkan lesunya bursa karbon global turut dipengaruhi oleh fenomena greenwashing, atau teknik pemasaran yang dilakukan perusahaan guna menciptakan citra ramah lingkungan, tetapi menyesatkan.