Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto punya target ambisius baru untuk penurunan emisi. Di hadapan para pemimpin negara-negara G20 pada KTT di Rio de Janeiro bulan lalu, Prabowo menyatakan komitmen Indonesia untuk mencapai net zero emission sebelum 2050, lebih cepat 10 tahun dari target awal.
Target tersebut terbilang pekerjaan rumah berat. Terlebih dengan volume emisi karbon Indonesia yang memperlihatkan tren kenaikan dalam beberapa tahun terakhir.
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia yang berasal dari aktivitas usaha pada 2022 menembus 887,23 juta ton CO₂ ekuivalen. Volume emisi tersebut naik dari posisi 2019 alias sebelum pandemi yang berada di angka 798,45 juta ton CO₂ ekuivalen.
Pertanian, kehutanan dan perikanan merupakan salah satu sektor dengan jejak emisi karbon tertinggi di Indonesia. Aktivitas ekonomi dari sektor-sektor ini selalu masuk tiga besar penyumbang emisi tertinggi setelah industri pengolahan dan pengadaan listrik serta gas.
Pada 2022, emisi sektor pertanian, kehutanan dan perikanan menembus 86,50 juta ton CO₂e. Turun dari posisi puncak pada 2021 yang menembus 98,51 juta ton CO₂e.
Lalu bagaimana dengan emisi karbon dari emiten-emiten perkebunan dan pengolahan sawit?
Bisnis mengulas kinerja 30 emiten sawit yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) per 30 September 2024. Hasilnya, lima emiten menempati posisi tertinggi dengan torehan laba bersih terbesar hingga pengujung kuartal III/2024. Dengan melihat performa bottom line ini, Bisnis turut menilik laporan keberlanjutan yang memuat volume emisi dan limbah yang dihasilkan emiten-emiten tersebut dari aktivitas perkebunan sawit dan pengolahannya. Berikut ulasannya.
PT Triputra Agro Persada Tbk.
Emiten Grup Triputra PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG) menempati posisi teratas pencetak laba bersih sektor industri perkebunan dan pengolahan sawit. Emiten berkode saham TAPG itu membukukan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp1,61 triliun hingga akhit kuartal III/2024. Jumlah tersebut naik 46,57% dari Rp1,01 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Kenaikan bottom line mengikuti pertumbuhan pendapatan TAPG yang naik sebesar 3,37% menjadi Rp6,24 triliun hingga kuartal III/2024, dari Rp6,03 dari periode yang sama tahun lalu. Pendapatan TAPG ditopang oleh penjualan produk kelapa sawit dan turunannya sebesar Rp6,22 triliun dan produk karet dan turunannya sebesar Rp22 miliar hingga kuartal III/2024.
Dari sisi emisi GRK, TAPG memilik target pengurangan sebesar 17% pada 2030. Perusahaan juga membidik sertifikasi sawit berkelanjutan dari Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) atau Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) di seluruh anak perusahaan pada 2026.
Emisi karbon TAPG dihitung dengan mengacu pada operasional 13 pabrik kelapa sawit perusahaan dan entitas anak. Pada 2023, emisi karbon dari aktivitas pabrik-pabrik tersebut mencapai 1,51 juta ton CO₂ ekuivalen. Naik dari posisi 2022 di angka 1,37 juta ton CO₂.
Meski demikian, kenaikan kumulatif emisi ini diikuti dengan penurunan intensitas GRK yang mencerminkan total emisi karbon yang dihasilkan untuk setiap produksi 1 ton crude palm oil (CPO) dari 1,93 ton CO₂e/CPO pada 2022 menjadi 1,87 ton CO₂e/CPO.
Sebagai catatan, TAPG memiliki luas kebun sawit sebesar 160.544 hektare (ha) yang berlokasi di 23 titik dann 18 pabrik kelapa sawit. TAPG juga mengelola 1.334 ha kebun karet di satu lokasi.
PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk.
Emiten Grup Sinar Mas PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR) menempati peringkat kedua sebagai pencetak laba bersih tertinggi sektor perkebunan sawit hingga akhir kuartal III/2024. Dari sisi emisi, perusahaan ini menjadi yang paling komprehensif menyajikan laporan. Hal ini tecermin data emisi yang mencakup lingkup 1, 2 dan 3 untuk periode 2021 hingga 2023. Sebagai catatan, lingkup 1 merupakan emisi yang dihasilkan langsung perusahaan melalui sumber daya yang dikelola dan dimiliki. Kemudian lingkup 2 mencakup emisi yang timbul dari energi yang dipakai dalam aktivitas bisnis. Terakhir adalah lingkup 3 yaitu emisi tidak langsung yang timbul dari rantai pasok bisnis perusahaan.
Sebagai perusahaan sektor perkebunan, emiten berkode saham SMAR melaporkan bahwa sebagian besar emisi mereka timbul dari aktivitas kehutanan, lahan, dan agrikultur (forest, land and agriculture/FLAG). Sebagai contoh, total emisi FLAG untuk lingkup 1 pada 2021 mencapai 5,35 juta ton CO₂e. Volume ini tercatat turun menjadi 5,05 juta ton CO₂e pada 2022 dan 4,69 juta ton CO₂e pada 2023.
SMAR mulai melaporkan emisi lingkup 3 untuk tahun 2022 dan hal ini secara signifikan berpengaruh pada data emisi perusahaan. Total emisi karbon SMAR menembus 31,92 juta ton CO₂e akibat penyertaan data emisi lingkup 3 sebesar 17,68 juta ton CO₂e pada 2022.
Data emisi SMAR kembali memperlihatkan kenaikan untuk 2023 dengan total emisi menembus 35,46 juta ton CO₂e, kontribusi terutama berasal dari emisi FLAG lingkup 3 yang mencapai 20,84 juta ton.
“Lonjakan emisi lingkup 3 disebabkan oleh pembelian bahan baku sawit dari pihak ketiga. Peta jalan dekarbonisasi kami ke depan akan menyertakan strategi untuk mengurangi emisi lingkup ini dengan pihak ketiga,” tulis manajemen dalam laporan.
Adapun dari performa keuangan, SMAR mencetak laba bersih sebesar Rp1,03 triliun hingga kuartal III/2024. Jumlah tersebut naik 97,32% dari Rp522 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Kenaikan laba bersih ini turut didukung dengan kenaikan penjualan bersih yang menembus 15,09% secara tahunan menjadi Rp56,29 triliun, dibandingkan Rp48,9 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sebagian besar pendapatan SMAR berasal dari produk turunan kelapa sawit, yaitu produk olahan bermerek dan tidak bermerek, termasuk biodiesel serta oleokimia. Sementara itu, penjualan produk turunan kelapa sawit menyumbang 77% dari total penjualan. Lalu, penjualan CPO dan produk non-olahan lainnya menyumbang 23% sisanya.
PT Dharma Satya Nusantara Tbk.
Menempati peringkat ketiga sebagai emiten sawit dengan performa laba bersih terbaik, PT Dharma Satya Nusantara Tbk. (DSNG) terpantau melakukan pembaruan data emisi GRK lingkup 1, 2 dan 3 skala grup dengan menggunakan data 2019.
Pembaruan dilakukan mengikuti pedoman baru untuk sektor pertanian yang dikeluarkan oleh Science-Based Targets Initiative (SBTi) dan rancangan GHG Protocol Land Sector and Removals Guidance (LSRG) baseline. Hasilnya, emisi 2023 tercatat berada di angka 62.785 ton CO₂e, turun 7.908 ton CO₂e dari data 2019. Adapun emisi pada 2022 bertengger di 64.874 CO₂e.
DSNG tercatat memiliki sejumlah target terkait iklim. Salah satunya adalah penurunan emisi GRK sebesar 44% pada 2030. Perusahaan juga menerapkan target kepatuhan 100% pemasok terhadap kebijakan no development on pear (NDPE) atau larangan pengembangan di lahan gambut dan ketelusuran pada 2025.
Dari sisi kinerja keuangan, DSNG mencetak laba bersih sebesar Rp860,5 miliar per September 2024. Jumlah tersebut naik 71,21% dari Rp502,6 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Adapun penjualan DSNG tumbuh sebesar 9,26% menjadi Rp7,17 triliun hingga kuartal III/2024 dari Rp6,56 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Penjualan DSNG ditopang oleh penjualan lokal sebesar Rp6,2 triliun dan ekspor sebesar Rp966,3 miliar hingga kuartal III/2024.
PT Sumber Tani Agung Resources Tbk.
Emiten berkode saham STAA ini membukukan laba bersih sebesar Rp832,02 miliar hingga pengujung kuartal III/2024, naik 70,09% dibandingkan dengan Rp488,5 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Kenaikan laba bersih turut ditopang oleh penjualan bersih yang naik 14,97% menjadi Rp4,41 triliun, dari Rp3,84 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Penjualan bersih tersebut ditopang oleh penjualan minyak sawit sebesar Rp3,5 triliun hingga kuartal III/2024.
Terlepas dari kinerja ini, STAA terpantau belum melaporkan jejak emisi karbonnya. Perusahaan melalui laporan keberlanjutan hanya memaparkan data limbah yang dihasilkan dari aktivitas bisnis mereka.
Pada 2023, total limbah yang dihasilkan mencapai 1,38 juta ton. Volume tersebut turun dibandingkan dengan 2022 sebesar 1,43 juta ton pada 2022 tetapi lebih tinggi daripada 2021 yang di angka 1,33 juta ton.
PT Salim Ivomas Pratama Tbk.
Emiten sawit Grup Salim PT Salim Ivomas Pratama Tbk. (SIMP) mengakumulasi laba bersih sebesar Rp806,19 miliar selama periode Januari-September 2024. Jumlah tersebut naik 84,20% dari Rp437,6 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Kenaikan laba dinikmati SIMP terlepas dari pendapatan yang terpantau turun 4,86% menjadi Rp11,23 triliun dari sebelumnya Rp11,81 triliun. Pendapatan ditopang oleh produk minyak dan lemak nabati dari domestik maupun ekspor sebesar Rp8,88 triliun.
Menyitir laporan keberlanjutan perusahaan, emisi karbon SIMP tercatat turun dalam kurun 2021 - 2023. Pada 2021, emisi karbon SIMP mencapai 1,23 juta ton CO₂e. Angka tersebut turun menjadi 1,20 juta ton CO₂e pada 2022 dan 1,19 juta ton CO₂e pada 2021.
Manajemen SIMP menjelaskan penurunan emisi tersebut sebagian besar disebabkan oleh penerapan program penghematan energi di pabrik kelapa sawit kami yang telah mengoptimalkan efisiensi boiler.
Adapun 82% emisi GRK utama Salim Ivomas berasal dari emisi gambut. Emisi tersebut tidak disebabkan karena adanya gangguan pada lahan gambut, tetapi secara alami terjadi akibat pelepasan emisi metan tingkat rendah.
“Mengingat sebagian besar perkebunan yang masuk dalam lingkup kami ditanam di lahan gambut, lahan gambut menjadi penyumbang utama emisi GRK kami,” tulis SIMP.
Sementara sumber lain dari emisi GRK mengandung metana berasal dari Palm Oil Mill Effluent (POME), penggunaan bahan bakar di pabrik dan dalam pengangkutan tandan buah segar (TBS), penggunaan bahan kimia di pabrik dan perkebunan, dan emisi oksida nitrat dari pupuk.