Bisnis.com, JAKARTA — Prakiraan cuaca menunjukkan 65% pola cuaca La Niña global berpeluang berkembang selama Juli 2024 hingga September 2024, ditandai dengan suhu dingin di Samudra Pasifik.
Berdasarkan Pusat Prediksi Iklim (CPC) Amerika Serikat (AS), pergeseran dari fase netral saat ini antara pola cuaca La Niña dan El Niño, diperkirakan berlanjut hingga musim dingin di belahan bumi utara, dengan peluang 85% selama November 2024—Januari 2025.
"La Niña berkorelasi dengan cuaca hangat dan kering di Amerika Utara, Asia Timur [China], dan sebagian Amerika Selatan [Argentina dan sebagian Brasil] selama musim tanam," kata ahli meteorologi Maxar Chris Hyde, dilansir dari Reuters, Jumat (14/6/2024).
Siklus antara El Niño, La Niña, dan fase netral pada umumnya berlangsung selama dua hingga tujuh tahun.
Siklus tersebut yang menjadi pemicu bencana alam seperti kebakaran hutan, siklon tropis, banjir, dan kekeringan berkepanjangan yang berdampak pada petani di seluruh dunia.
Adapun, tanaman yang terkonsentrasi secara geografis lebih rentan terhadap kenaikan harga ketika kondisi cuaca buruk.
Baca Juga
Menurut ekonom iklim dan komoditas di Capital Economics Bill Weatherburn, hal ini membuat harga gandum dan jagung global cenderung tidak terpengaruh oleh La Niña atau El Niño.
Namun, La Niña memengaruhi produksi tanaman pangan seperti jagung di Afrika Selatan, tebu dan gandum di India, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Australia.
Di samping risiko banjir, tingginya curah hujan akibat pola La Niña justru dapat berkontribusi terhadap kinerja tanaman yang baik, menurut analis cuaca di London Stock Exchange Group Isaac Hankes.
Pakar cuaca mencatat bahwa korelasi ini dipengaruhi oleh waktu dan intensitas La Niña.
Di sisi lain, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dan biro cuaca Jepang mencatat fenomena El Niño telah berakhir dan memperkirakan La Niña akan terbentuk pada 2024.
Prakiraan BMKG soal La Niña
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga mengonfirmasi bahwa El Niño akan netral dan digantikan dengan La Niña.
BMKG telah merilis perkiraan waktu kedatangan La Niña di Indonesia yang dimulai dari wilayah timur ke barat.
Sementara itu, peralihan dari El Niño ke La Niña bagi India kemungkinan besar akan membawa musim hujan yang lebih deras.
Namun, fenomena lain yang disebut Indian Oscillation Dipole (IOD) dapat memengaruhi intensitas curah hujan, menurut peramal cuaca internasional utama AccuWeather Jason Nicholls.
Nicholls menambahkan, peristiwa IOD positif menyebabkan monsun atau angin musim panas yang lebih deras, sedangkan IOD negatif menyebabkan berkurangnya kelembaban dan kondisi yang lebih kering.
Sebagai informasi, El Niño adalah fenomena pemanasan alami suhu permukaan di Samudera Pasifik bagian timur dan tengah.
Sementara itu, kebalikan dari El Niño, La Niña adalah fenomena suhu lebih dingin di wilayah Pasifik khatulistiwa, sehingga menyebabkan peningkatan intensitas hujan. (Chatarina Ivanka)