Bisnis.com, JAKARTA – Industri penerbangan di Asia-Pasifik ramai-ramai bergerak untuk menggunakan bahan bakar berkelanjutan demi mencapai target net zero emission atau netralitas karbon pada 2050.
Langkah tersebut salah satunya dilakakan oleh Malaysian Aviation Group (MAG). Seperti dikutip dari Reuters, Selasa (20/2/2024), MAG telah menandatangani perjanjian sustainable aviation fuel (SAF) dengan Petronas Dagangan Bhd sebagai tahap awal pengembangan bahan bakar ramah lingkungan berskala komersial di Malaysia.
Adapun, perjanjian SAF pun sejatinya juga telah ditandatangani oleh industri penerbangan dan pemerintah di India, Singapura, China, Jepang, Filipina, dan Australia.
Di India, dalam rangka upaya mengurangi emisi, Menteri Perminyakan India Hardeep Singh Puri menyebutkan bahwa pemerintah berencana untuk mewajibkan maskapai penerbangan domestik menggunakan SAF sebesar 1% pada 2025.
Sementara itu, Direktur Penelitian dan Pengembangan Perusahaan Minyak India SSV Ramakumar mengatakan bahwa Indian Oil Corporation Ltd telah menyiapkan dana Rp15 miliar untuk merencanakan pendirian pabrik pada 2026 yang difungsikan untuk memproduksi 87.000 ton SAF per tahun.
Selanjutnya di Singapura. Bekerja sama dengan Exxon Mobil Corp dan Neste Oyj, maskapai Singapore Airlines telah memulai program percontohan SAF selama satu tahun yang dimulai pada Juli 2022. Perusahaan-perusahaan tersebut mencampurkan 1.000 ton SAF murni dengan bahan bakar jet dan memasok minyak tersebut ke penerbangan Singapore Airlines dan Scoot di Bandara Changi.
Baca Juga
Bahkan Neste, telah resmi membuka pabrik bahan bakar terbarukan kedua di Singapura dengan kapasitas terbesar di dunia sebanyak 1,3 juta thrupenny. Sebelumnya, Shell PLC juga merencanakan pembangunan proyek bahan bakar organik di kompleks Pulau Bukom Singapura meskipun langkah tersebut saat ini ditunda.
Terpisah, di China, Airbus SE bersama China National Aviation Fuel Group (CNAF) telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) pada 6 April 2023 untuk meningkatkan produksi dan penggunaan SAF.
Pada Oktober 2023, China Daily melaporkan pesawat Airbus A320neo berangkat dari Tianjin dan mendarat di Xian, telah menggunakan bahan bakar campuran 5% SAF. Bahan bakar berkelanjutan tersebut diproduksi secara lokal oleh anak perusahaan Sinopec, Zhenhai Refining & Chemical Co (Zhenhai Refining).
Di Jepang, Eneos Holdings Inc telah setuju untuk mempelajari produksi SAF hingga 500 juta liter atau 3,1 juta barel dan solar terbarukan per tahun. Langkah itu dilakukan dengan berkolaborasi bersama kilang Australia, Ampol Ltd.
Sementara itu, maskapai penerbangan ternama Jepang, All Nippon Airways dan Japan Airlines Co Ltd telah memperluas pembelian SAF dengan menambah pasokan dari Itochu Corp dan produsen bahan bakar terbarukan Amerika Serikat, Raven SR.
Perusahaan lain yang menjajaki produksi SAF di Jepang antara lain Mitsubishi Corp, Boeing Co, dan TotalEnergies SE.
Langkah serupa pun telah dilakukan di Filipina. Cebu Air Inc tercatat telah menerbangkan pesawat dari Singapura ke Manila dengan tenaga campuran SAF sebesar 35% dari Neste pada September 2022. Maskapai ini menandatangani kemitraan jangka panjang yang strategis dengan Shell Eastern Petroleum untuk memperluas ketersediaan SAF bagi armadanya. Cebu Air memasok dan membembeli SAF di Asia Pasifik serta Timur Tengah dengan volume awal minimal 25 kiloton per tahun.
Terakhir di Australia. Maskapai asal Negeri Kanguru yakni Qantas Airways Ltd telah meluncurkan SAF Coalition pada 11 November 2022 yang bekerja sama dengan Australia Post, KPMG Australia, Macquarie Group, Boston Consulting Group cabang lokal, dan Woodside Energy.
Selain itu, Qantas bersama Airbus SE akan berinvestasi sebesar US$1,34 juta dolar di kilang bahan bakar organik yang akan dibangun di Queensland, Australia, dengan mengubah produk agrikultur menjadi SAF. Dana US$200 juta dolar untuk memulai industri SAF di Australia merupakan investasi pertama Qantas dan Airbus sejak berkolaborasi pada Juni 2023.
Proses konstruksi kilang yang direncanakan mulai 2025 diperkirakan akan memproduksi hingga 100 juta liter SAF per tahun. Maskapai memperkirakan 10% bahan bakar pada 2030 dan 60% bahan bakar pada 2050 yang digunakan untuk pesawat berasal dari SAF. (Chatarina Ivanka)