Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina Power Indonesia (Pertamina New & Renewable Energy) atau Pertamina NRE mendukung akselerasi penggunaan bioetanol untuk memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus mendukung transisi energi.
CEO Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) John Anis menyebut, bioetanol bukan hanya bagian dari diversifikasi energi, tetapi juga memiliki peluang besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis sumber daya dalam negeri.
“Untuk beralih dari mobil berbahan bakar minyak ke listrik, bagi sebagian orang biaya peralihannya menjadi pertimbangan utama. Bioetanol sebagai bahan bakar merupakan solusi efektif dalam transisi energi karena tanpa perlu mengganti mesin mobil namun tetap dapat menurunkan emisi,” kata John, dikutip Sabtu (17/5/2025).
Hanya saja, imbuhnya, diperlukan dukungan penuh dari pemerintah untuk mempercepat terwujudnya swasembada energi berbasis bioetanol. John menyoroti soal keterjangkauan biaya baik dari fase produksi hingga penghiliran dari bioetanol. “Diperlukan insentif agar investasi di sektor ini bisa segera berjalan,” ujar John.
Terkait dengan bahan baku, John mengungkapkan bahwa aren dapat menjadi ‘harta karun’ yang selama ini belum dilirik tetapi memiliki potensi besar untuk menjadi sumber bahan baku bioetanol.
Dia menjelaskan, aren dapat memproduksi bioetanol 4—5 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan tanaman lain per hektare. Selain itu, biaya pemeliharaan aren relatif lebih rendah.
Baca Juga
Kendati demikian, dia menyebut bahwa pengembangan bahan baku bioetanol dari berbagai sumber tanaman harus tetap dilaksanakan, termasuk diversifikasi bahan baku.
Sebagai gambaran, pemerintah telah menerbitkan payung hukum pengembangan bioetanol melalui Peraturan Menteri ESDM nomor 4 tahun 2025 tentang pengusahaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (bioenergi).
Adapun, terkait dengan pembebasan cukai etanol, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani mengungkapkan bahwa sejatinya peraturan menteri keuangan (PMK) memungkinkan cukai etanol untuk BBM bisa dibebaskan.
Kendati demikian, pada proses pembentukan regulasinya masih menghadapi ganjalan, terutama terkait dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Sebab, nomor KBLI etanol untuk BBM masih bertumpuk dengan etanol untuk industri makanan dan minuman.
“Ini kalau dari PMK sendiri, peraturan Kementerian Keuangan itu hanya menetapkan cukai itu di minuman saja. Jadi kalau untuk bahan bakar tidak, tetapi ada sedikit KBLI yang berbelit,” ujar Eniya dalam diskusi 'Menanti Insentif Bioetanol Demi Swasembada Energi', Jumat (16/5/2025).
Oleh karena itu, Eniya mengatakan, pihaknya bersama Kementerian Keuangan bakal menyelesaikan masalah KBLI tersebut. Dia menyebut, kemungkinan masalah KBLI itu akan diselesaikan dengan menerbitkan payung hukum khusus.
Tak bisa dimungkiri, pungutan cukai etanol memang menjadi salah satu kendala dalam pengembangan bioetanol. Dengan adanya pembebasan cukai etanol tersebut, Eniya yakin harga BBM bioetanol akan lebih kompetitif karena pungutan cukai etanol cukup besar.
Adapun, etanol dari semua jenis dengan kadar berapa pun dikenakan pungutan cukai Rp20.000 per liter, baik produksi dalam negeri maupun impor. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.010/2018 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman Mengandung Etil Alkohol dan Konsentrat Mengandung Etil Alkohol.
Pada aturan yang sama, etanol yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan barang kena cukai (BKC) lainnya tidak dipungut cukai. Sementara itu, etanol yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan barang hasil akhir yang bukan BKC dapat dimintakan pembebasan cukai.
Di sisi lain, Anggota Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto menilai dalam implementasi bioetanol pada kendaraan bermotor tetap harus memperhatikan feedstock, kepastian harga, dan hal lainnya.
“Setiap kebijakan harus bersifat holistik dan komprehensif. Yang paling penting semua sumber daya negara ini, harus bermanfaat untuk negara dan masyarakat sesuai undang-undang,” ujarnya.
Untuk diketahui, Indonesia sudah memiliki infrastruktur yang mumpuni untuk mengoptimalkan pemanfaatan bioetanol di dalam negeri. Saat ini Indonesia masih tercatat sebagai negara yang paling sukses memanfaatkan bahan bakar nabati, yakni B35 untuk bahan bakar jenis diesel.