Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pekerjaan Umum berkomitmen untuk terus berupaya meningkatkan ketersediaan air bersih dan air minum yang merata dan layak bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Wakil Menteri Pekerjaan Umum Diana Kusumastuti mengatakan Indonesia memiliki potensi air yang cukup besar, namun dihadapkan pada masalah keterbatasan air di Pulau Jawa dan Bali karena persebaran demografi yang kurang ideal.
“Terkonsentrasinya penduduk di Pulau Jawa dan Bali menimbulkan permasalahan penyediaan air untuk ketahanan pangan, sehingga pemerintah mendorong distribusi penduduk ke luar Jawa dan Bali yang lahannya relatif masih luas. Kementerian PU mendukung dengan membangun infrastruktur sumber daya air,” ujarnya dikutip Kamis (27/3/2025).
Untuk meningkatkan tampungan air alami, Kementerian PU telah melakukan konservasi sumber air dan revitalisasi tampungan air alami serta merevitalisasi bendungan melalui pengerukan sedimen dan pembangunan bendungan baru.
Kementerian PU juga melakukan peningkatan efisiensi dan efektivitas penggunaan air untuk ketahanan pangan dengan menerapkan Irigasi Padi Hemat Air (IPHA) serta membangun daerah irigasi untuk menyokong kegiatan pertanian dan peternakan di luar Jawa dan Bali.
Dalam penyediaan air minum, Kementerian PU telah menerapkan transformasi tata kelola melalui pelaksanaan Program Percepatan Penyediaan Air Minum (P3AM) untuk mencapai target 100% akses rumah tangga perkotaan terhadap air siap minum perpipaan (RPJPN 2025-2045), 43% rumah tangga dengan akses air minum aman dan 40,2% rumah tangga dengan akses air minum jaringan perpipaan (RPJMN 2025-2029), dan misi Asta Cita terkait swasembada air.
Baca Juga
Program yang dilaksanakan diantaranya pembangunan, peningkatan, perluasan, optimalisasi dan rehabilitasi, serta pembinaan dan pengawasan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
“Perencanaan, pembangunan, serta pengelolaan SPAM kita harus terintegrasi dari hulu ke hilir dengan disertai pengamanan dan pengawasan kualitas air minum yang rutin, penguatan tata kelola, serta peningkatan keterlibatan masyarakat,” katanya.
Demi mengoptimalkan pengelolaan sumber daya air, Diana mendorong kolaborasi seluruh pemangku kepentingan khususnya dengan Pemerintah Daerah dalam menghadapi permasalahan ketersediaan lahan dan perubahan iklim.
“Saat ini yang kita perlukan adalah kolaborasi dan aksi untuk melestarikan air, karena tidak akan ada kehidupan tanpa air. Jaga sumber air kita terutama sungai dari polutan sampah rumah tangga dan industri serta bangunan di daerah aliran sungai yang dapat mengakibatkan banjir,” tuturnya.
Pemerintah terus berupaya untuk mengelola sumber daya air dan meningkatkan daya tampungnya, terutama diperuntukkan bagi konsumsi masyarakat untuk berbagai kebutuhan. Selain itu, kebutuhan air juga mendukung ketahanan pangan.
“Untuk ketahanan pangan ini, kita juga harus melakukan peningkatan efektivitas penggunaan air untuk pangan Dan salah satunya itu dengan melakukan penerapan irigasi yang hemat air. Teknologi yang tidak hanya teknologi yang harus modern, tapi yang tepat guna yang harus dilakukan di situ,” terangnya.
Diana mencontohkan program penyediaan air minum berbasis masyarakat Pamsimas, mencari sumber air yang bisa dimanfaatkan. Selain itu itu terdapat juga teknologi Reverse Osmosis (RO) untuk proses pemurnian air.
Sementara itu, Deputi Bidang Tata Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Sigit Reliantoro berpendapat terdapat urgensi untuk melakukan konservasi air di Tanah Air ketika menghadapi kondisi cemaran di sungai-sungai mengingat peran penting air dalam kehidupan.
Menurutnya, banyak Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia yang berada dalam kondisi tercemar, sebagian besar karena limbah rumah tangga dan industri.
“Dari segi kualitas kita melakukan pemantauan di 2.198 sungai, ada 8.627 titik yang memenuhi baku mutu itu hanya 2,19 persen. Sebagian besar, 96 persen itu cemar ringan kemudian ada beberapa yang cemar berat,” ujarnya.
Dia menilai mayoritas sungai Indonesia berada dalam beragam tingkatan cemaran sehingga memerlukan teknologi pengolahan dalam memenuhi kebutuhan air. Di sisi lain, perlu juga dilakukan pemulihan ekosistem untuk memastikan terjadinya konservasi air.
Sigit menyoroti kejadian banjir yang terjadi di Bekasi baru-baru ini dipengaruhi faktor kehilangan tutupan hutan di DAS Kali Bekasi yang tersisa hanya 3,53%.