Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank-Bank Global Pangkas Target Iklim, Bagaimana di Indonesia?

Bank-bank elit Wall Street mulai meninggalkan target pengurangan emisi dan pemangkasan batas kenaikan suhu, tren sebaliknya terlihat di Indonesia
Morgan Stanley menjadi salah satu bank elit pertama yang memangkas target iklim mereka/Bloomberg
Morgan Stanley menjadi salah satu bank elit pertama yang memangkas target iklim mereka/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Bank-bank elit Wall Street ramai-ramai memangkas target iklim mereka. Fenomena ini ternyata telah dimulai sebelum Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi keluar sebagai pemenang pemilihan presiden pada November 2024.

Balik arah sektor perbankan dari komitmen iklim mulai terlihat ketika Morgan Stanley mengubah targetnya pada Oktober 2024. Bloomberg mencatat bank investasi itu memilih memperlonggar batas bawah kenaikan suhu global yang dianut dari 1,5°C menjadi 1,7°C. Lambatnya proses dekarbonisasi global menjadi pertimbangan utama perubahan ini.

Perubahan ini kontras dengan komitmen para anggota Net-Zero Banking Alliance (NZBA). Morgan Stanley–yang kala itu masih berstatus anggota–beserta anggota lainnya wajib menyelaraskan portofolio mereka agar dapat mencapai target batas pemanasan global hingga 1,5°C.

Sebagai konteks, batas kenaikan suhu global 1,5°C merupakan salah satu target yang tertuang dalam Perjanjian Paris 2015. Para negara peratifikasi memiliki kewajiban untuk mengurangi emisi karbon dan mencegah kenaikan suhu rata-rata global sebesar 2°C pada 2100 dibandingkan dengan posisi praindustri.

Morgan Stanley bukan satu-satunya bank yang menerapkan kisaran target dalam dekarbonisasi portofolio mereka: pesaing mereka, Goldman Sachs Group Inc., juga mengikuti pendekatan serupa. Namun, perubahan yang dilakukan Morgan Stanley seolah menjadi sinyal pengakuan sektor keuangan bahwa target iklim industri sulit tercapai.

Sinyal ini makin kuat karena tak lama berselang sejak Morgan Stanley mengumumkan perubahan target iklim itu, gelombang eksodus bank-bank Wall Street dari NZBA terjadi. Dalam dua minggu terakhir saja, Wells Fargo & Co. mengumumkan bahwa mereka tidak lagi berencana mencapai emisi nol bersih, sementara HSBC Holdings Plc menyatakan akan mengurangi beberapa target emisi sebelumnya.

Keputusan tersebut sejalan dengan keluarnya beberapa bank terbesar Amerika Utara dari NZBA, termasuk Wells Fargo, JPMorgan Chase & Co., serta Morgan Stanley.

Menanggapi fenomena ini, Direktur Center on Sustainable Investment di Universitas Columbia,  Lisa Sachs, mengemukakan standar untuk mencapai emisi nol bersih (net zero emission/NZE) acap kali “disalahgunakan” dalam sektor keuangan dan praktik korporasi. Dia berpandangan target ini sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan dekarbonisasi ekonomi.

Sachs menjelaskan bahwa realisasi target emisi nol bersih global memerlukan pengurangan sistematis dalam emisi dari sektor energi, transportasi, industri, dan penggunaan lahan. Pada saat yang sama, mekanisme penyerapan karbon yang kredibel untuk emisi residual perlu diterapkan.

"Transformasi sektoral ini memerlukan perencanaan, kebijakan, dan tindakan terkoordinasi, sehingga aksi sukarela individu dari institusi keuangan, yang terputus dari transformasi sektoral, tidak akan cukup,” katanya.

Hingga berita ini terbit, jumlah entitas keuangan Amerika Utara yang masih menjadi anggota NZBA tersisa tiga, yakni Amalgamated Bank, Areti, dan Climate First Bank.

Target Iklim Perbankan Indonesia

Tidak ada satupun bank asal Indonesia yang tergabung dalam keanggotaan NZBA. Meski demikian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tak memungkiri bahwa pembiayaan hijau di sektor perbankan menghadapi tantangan yang tak mudah.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (PBKN) OJK Dian Ediana Rae mengemukakan bahwa pembiayaan hijau menghadapi tantangan besar secara global. Hal ini setidaknya terlihat dari mundurnya AS dari komitmen iklim Perjanjian Paris serta mundurnya bank-bank AS dari NZBA.

“Akan tetapi, Indonesia menerapkan sustainable finance berdasarkan kepentingan dan kebijakan domestik serta komitmen di forum-forum internasional,” kata Dian dalam keterangan tertulis akhir Februari 2025.

Dia menjelaskan bahwa perbankan nasional sejauh ini telah memperlihatkan komitmen yang kuat dalam mendukung pembiayaan hijau dan penerapan prinsip environmental, social, and governance (ESG).

“Tren peningkatan kredit/pembiayaan hijau tersebut diproyeksikan akan terus meningkat, seiring dengan dukungan perbankan terhadap target NZE Indonesia pada 2060 atau lebih cepat,” kata Dian.

Dian menjelaskan salah satu faktor yang mendukung tren pertumbuhan tersebut adalah penerbitan panduan dari OJK dalam Climate Risk Management & Scenario Analysis (CRMS). Panduan terpadu ini memuat aspek-aspek yang mencakup tata kelola, strategi, manajemen risiko, dan pengungkapan untuk membantu bank menilai ketahanan model bisnis mereka terhadap perubahan iklim.

Selain itu, terdapat pula Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) versi kedua yang terbit pada Februari 2025. TKBI memuat klasifikasi aktivitas ekonomi yang mendukung upaya dan tujuan pembangunan berkelanjutan Indonesia.

Dalam versi teranyar, OJK menambah sektor baru yang mencakup construction and real estate (C&RE), transportation and storage (T&S), dan sebagian agriculture, forestry and other land use (AFOLU), yaitu sektor kehutanan dan perkebunan kelapa sawit.

“Taksonomi ini berfungsi sebagai panduan bagi sektor keuangan dalam mengidentifikasi dan mengalokasikan pembiayaan ke proyek-proyek hijau dan berkelanjutan,” tambahnya.

Data yang dihimpun OJK memperlihatkan bahwa total penyaluran kredit atau pembiayaan berkelanjutan perbankan telah mencapai Rp1.959 triliun sepanjang 2023. Nilai ini naik 39,03% dibandingkan dengan 2022 yang berada di angka Rp1.409 triliun.

OJK belum merilis nilai penyaluran pembiayaan hijau sepanjang 2024 karena proses pelaporan dari perbankan masih berjalan, sesuai dengan batas waktu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51/POJK.03/2017 Tahun 2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler