Bisnis.com, JAKARTA — Dalam sepekan terakhir, kualitas udara di Jakarta berada direntang AQI poin 66 dengan kategori sedang hingga AQI poin 116 dengan kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif.
Indeks polusi udara Jakarta yakni PM 2.5 yang artinya partikel kecil yang berasal dari debu, kotoran, hingga asap di udara dan dapat memperburuk kualitas pernapasan manusia.
Adapun banyaknya kendaraan menjadi salah satu penyebab utama polusi udara. Kemacetan akibat banyaknya mobilitas kendaraan pribadi turut berkontribusi besar mempertebal emisi. Padahal, umur Jakarta pada tahun ini akan mencapai 498 tahun, namun permasalahan kemacetan, polusi udara, dan banjir pun belum juga tuntas.
Di sisi lain, Jakarta memantapkan diri menuju kota global. Hal itu tertera dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta dimana menegaskan posisi Jakarta sebagai pusat perekonomian nasional dan kota global. Pusat perekonomian dan kota global yang dimaksud merupakan pusat perdagangan, kegiatan layanan jasa dan jasa keuangan, kegiatan bisnis nasional, regional, dan global.
Dalam laporan Global Power City Index 2023, Jakarta berada di peringkat ke-45 dari 48 kota yang diperingkat. Lembaga Kearney dalam The Global Cities Report 2023, menempatkan Jakarta menduduki peringkat ke-74 dari 156 kota yang diperingkat sebagai kota global. Merujuk laporan Cities in Motion Indeks 2024, Jakarta berada di urutan ke-125 dari 183 kota global.
Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jakarta Teguh Aryanto mengatakan pihaknya tak menampik masih banyaknya persoalan Jakarta yang belum terselesaikan jelang usia yang akan mencapai 5 abad. Hal ini dikarenakan pembangunan masif di Jakarta yang berdampak pada masalah lingkungan.
“Mulai dari kemacetan dan polusi udara, hunian yang layak, hingga minimnya ruang terbuka hijau yang juga menjadi penyebab banjir,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip Senin (17/2/2025).
Untuk mengatasi masalah kemacetan dan polusi udara, Pemerintah Provinsi Jakarta harus memperbanyak transportasi umum dan juga integrasi konektivitas antar moda sehingga mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
Lalu juga diperlukan keterjangkauan moda transportasi umum sampai ke wilayah terpencil di Jakarta. Adapun batasan kenyamanan masyarakat untuk berjalan kaki menuju satu titik ke titik lain yakni minimal 500 meter.
Selain itu, diperlukan penataan pedestrian yang baik, clear, dan tidak terokupansi oleh kendaraan bermotor dan pedagang kaki lima sehingga nyaman untuk berjalan kaki.
“Lebih dari 500 meter, masyarakat umumnya memilih untuk menggunakan kendaraan ketimbang berjalan kaki. Biaya kendaraan umum jangan mahal juga dan diinsentifkan kendaraan mobil pribadi dengan biaya parkir yang mahal,” kata Teguh.
Dia berharap Gubernur Terpilih Daerah Khusus Jakarta Pramono Anung dan Wakil Gubernur Terpilih Rano Karno dapat meningkatkan jumlah dan konektivitas transportasi umum agar semakin baik lagi.
Masalah lain yang terjadi di Jakarta yakni ketersediaan hunian yang layak. Pasalnya, masih banyak permukiman padat yang kumuh. Berdasarkan data WHO, setiap orang membutuhkan ruang tempat tinggal 9 meter persegi. Idealnya hunian sehat dan layak berukuran 36 meter persegi ditinggali sebanyak 4 orang.
Dia menilai hunian di Jakarta sudah tidak terjangkau lagi sehingga membuat generasi muda warga Jakarta memilih tinggal di pinggiran kota. Pemerintah Provinsi (Pemprov) harus menyediakan lebih banyak rumah susun di Jakarta yang dibangun di atas lahan dan aset milik Pemprov.
“Hunian di Jakarta harus vertikal mixed used dan sistem sewa. Anak muda Jakarta enggak mampu beli tetapi mampu menyewa sehingga jangan sampai sewa di Jakarta mahal, harus terjangkau. Bisa dibangun oleh developer swasta dengan konsep penggantian KLB (koefisien luas bangunan),” ucapnya.
Jakarta juga memerlukan lebih banyak taman kota aktif dan ruang terbuka yang berkualitas. Perbaikan dan pemeliharaan area hijau akan meningkatkan kualitas hidup warga serta menjadikan Jakarta lebih sehat dan nyaman.
Selain itu, dengan memperbanyak Ruang terbuka hijau (RTH) dapat mengurangi banjir yang terjadi di Jakarta. Pasalnya, banjir diperparah oleh kondisi tanah di Jakarta yang sudah tidak bisa lagi menyerap air. Hal ini yang membuat hujan lokal yang terjadi di Jakarta menyebabkan banjir.
“RTH di Jakarta seharusnya 30%, namun saat ini masih kurang dari 10% taman di Jakarta. Pemerintah bisa memanfaatkan lahan kosong untuk diubah menjadi ruang terbuka hijau. Ruang hijau ini upaya mengatasi banjir dan juga polusi udara di Jakarta,” tuturnya.
Teguh menambahkan IAI Jakarta siap berkolaborasi dengan Pemprov dalam merancang dan mewujudkan kebijakan yang mendukung kualitas lingkungan binaan dan kehidupan masyarakat Jakarta. Untuk meningkatkan kualitas Jakarta sebagai kota yang ramah bagi masyarakat dan kompetitif di tingkat global, perencanaan kota harus berorientasi pada kebutuhan warga dengan pendekatan inklusif, mengutamakan keterjangkauan, keberlanjutan, keamanan dan kenyamanan bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Transformasi kampung-kampung di Jakarta harus dilakukan secara partisipatif dan berbasis komunitas, mengutamakan perbaikan infrastruktur tanpa menggusur warga asli yang telah lama bermukim di kawasan tersebut,” terangnya.
Lalu bangunan dan kawasan bersejarah harus tetap menjadi bagian dari perkembangan kota. Revitalisasi Kota Tua dan perlindungan bangunan cagar budaya menjadi langkah penting agar Jakarta tetap memiliki identitas sejarah yang kuat.
“Untuk memperkaya identitas kota, IAI Jakarta mendorong pengadaan sayembara arsitektur guna merancang kawasan dan bangunan ikonik yang mencerminkan budaya, sejarah, serta inovasi arsitektur terkini,” ujarnya.
Menurut Teguh, berbagai inisiatif tersebut harus terus dikembangkan agar Jakarta dapat bersaing dengan kota-kota besar di dunia, baik dari segi infrastruktur, konektivitas, arsitektur, hingga keberlanjutan lingkungan. Dia berharap agar seluruh pihak termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat luas dapat bersinergi dalam mewujudkan Jakarta lebih maju dan meningkatkan indeks kota global.
Sementara itu, Kepala Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup Bappeda DKI Jakarta Deftrianov menuturkan transportasi umum mutlak dibutuhkan untuk mewujudkan Jakarta sebagai kota global dan naik posisinya ke urutan ke-20.
“Ketika mau mengadakan konferensi global, bukan sekadar venue (tempat) tapi bagaimana dari bandara menuju venue atau dari venue menuju tempat-tempat lain di Jakarta. Makanya, transportasi publik menjadi mutlak harus kita kembangkan,” katanya dilansir Antara.
Dia menuturkan terdapat enam indikator kota global yakni salah satunya terkoneksi secara intra dan interkota sehingga transportasi publik yang terintegrasi.
Jakarta saat ini mengembangkan sistem transportasi publik yang terintegrasi. Berbagai moda transportasi seperti lintas raya terpadu (LRT), moda raya terpadu (MRT), Transjakarta, kereta rel listrik (KRL), dan Jaklingko saling terintegrasi. Selain untuk memudahkan pergerakan manusia, hadirnya transportasi publik yang terintegrasi juga diharapkan membuat semakin banyak masyarakat mau menggunakan kendaraan umum.
“MRT kita di fase 2, juga sudah memulai MRT menghubungkan Bekasi dan Tangerang. Mudah-mudahan konektivitas ini lebih bisa memperlancar pergerakan penumpang,” ucapnya.
Selain transportasi, arus pergerakan barang tanpa kendala juga menjadi bagian yang diperlukan. Hal ini untuk mendukung Jakarta sebagai perekonomian global.
“Kalau berbicara ekonomi juga harus memikirkan pergerakan barang. Pelabuhan Tanjung Priok, Bandara Halim itu key point dari sisi hub yang harus kita treatment dengan baik,” tuturnya.
Di sisi lain, lingkungan yang bersih, nyaman, serta berkelanjutan pun harus diwujudkan karena juga menjadi indikator lainnya kota global. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) fokus dalam membangun RTH dalam beberapa tahun terakhir.
Pemerintah telah menata RTH di 29 lokasi yang tersebar 5 wilayah administrasi Jakarta dengan total luas sekitar 5,1 hektare sepanjang tahun 2024. Pihaknya tak menampik luasan RTH Jakarta saat ini masih jauh di bawah kondisi ideal sebuah kota, yaitu 30% sehingga Pemprov mendorong percepatan pembangunan kawasan hijau.
Pembangunan kawasan hijau ini sebagai upaya memperbaiki kualitas udara dan juga menyerap air pada saat hujan. Sepanjang tahun ini, Pemprov Jakarta akan membangun 21 RTH baru dan penataan 73 lokasi.
Menurutnya, upaya menambah RTH juga dilakukan mengingat perubahan iklim saat ini. Berbagai upaya mitigasi, adaptasi terhadap perubahan iklim ini mutlak harus dilakukan di dalam pembangunan Jakarta.
Adapun Gubernur Terpilih Jakarta Pramono Anung berjanji akan mewujudkan tersedianya RTH di Jakarta sesuai amanah undang-undang, yakni 30%. Hal ini sebagai upaya untuk mewujudkan langit Jakarta tanpa polusi dan lingkungan asri yang menjadi hak bagi warga.
“RTH saat ini 5,2%, undang-undang mengatur 30%. Kami akan berusaha semaksimal mungkin agar RTH bisa diraih,” katanya.