Bisnis.com, JAKARTA — Penurunan muka tanah dan kenaikan air laut memang menjadi penyebab terjadinya banjir rob di sejumlah wilayah pesisir utara Pulau Jawa.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono mengatakan pentingnya dilakukan perbaikan tata wilayah di pesisir utara Pulau Jawa termasuk Jakarta.
Pihaknya akan menyusun peta jalan atau road map megai infrastruktur untuk menyelamatkan kawasan di pesisir utara Pulau Jawa. Hal ini karena masyarakat di pesisir utara Jakarta dan Jawa terancam tenggelam.
“Kami akan membuat rencana road map untuk pembangunan mega infrastruktur yang memang berdampak untuk menyelamatkan masyarakat kita yang terancam tenggelam di pesisir utara Jakarta maupun Jawa,” ujarnya, Rabu (8/1/2025).
Sementara itu, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Ervan Maksum menuturkan penyelamatan ketangguhan pesisir pantai utara Jawa (Pantura) sangat penting dilakukan. Pasalnya, sepanjang 663,4 kilometer garis pantai mengalami abrasi dan 356,8 km mengalami akresi di Pantai Utara Jawa.
Di sisi lain, laju penurunan muka tanah di Pantura berkisar 5 centimeter (cm) hingga 20 cm per tahun turut meningkatkan potensi banjir rob.
Baca Juga
Selain itu, tingginya beban pencemar akibat kegiatan industri, ekonomi dan pertanian menurunkan kualitas perairan sehingga terjadi degradasi lingkungan.
Saat ini terdapat 1 pelabuhan perikanan samudera, 5 pelabuhan perikanan nasional, 17 pelabuhan perikanan pesisir, dan 4 pelabuhan logistik strategis yang terletak di Pantura Jawa dan menghadapi ancaman sedimentasi berlebih yang dapat mempengaruhi operasional dan kesehatan ekosistem maritim.
Pantura Jawa memiliki peranan strategis dalam perekonomian nasional dimana pada 2023 menyumbang 34,7% atau sekitar US$477,24 miliar dari produk domestik bruto (PDB).
Menurutnya, degan laju urbanisasi yang terus meningkat dan rencana pengembangan kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus, aktivitas ekonomi ini di Pantura semakin meningkat. Hal ini menunjukkan betapa vitalnya wilayah Pantura sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan sekaligus betapa pentingnya membangun ketangguhan dampak perubahan iklim.
“Pantura Jawa terus hadapi tantangan serius mulai dari penurunan muka air tanah, abrasi pantai, hingga bencana rob yang semakin parah,” katanya.
Dia mencontohkan di daerah Pekalongan Jawa Tengah mengalami penurunan muka tanah mencapai 12 cm hingga 30 cm per tahun dan air laut sudah menggenangi sekitar 600 hektare, sedangkan kenaikan air laut mencapai 3 milimeter per tahun. Hal ini bukan hanya sekadar bencana rob dan penurunan muka tanah saja tetapi terjadi perubahan budaya dalam masyarakat.
“Waktu itu saya masih kecil, Iduladha belah kerbau karena ternaknya di pantai, sekarang pantai hilang karena terjadi penurunan muka tanah dan air sudah masuk. Bahkan, pak Basuki, Menteri PUPR yang sebelumnya, bangun rumah pompa dan tanggul 2019 dan di tahun 2022 sudah tenggelam. Masyarakat di sana hanya dihibur rumah pompa saja sudah cukup tenang ini, enggak selesaikan masalah karena sudah menurun muka tanahnya,” tuturnya.
Menurut Ervan, penurunan muka tanah yang cepat terjadi di Pekalongan karena tidak adanya bendungan. Hal ini membuat masyarakat menggunakan air tanah. Pada awalnya, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) menggunakan air sungai sebagai air bersih. Namun saat ini PDAM tidak bisa menggunakan air sungai karena tercemar dari limbah industri batik.
“Musuh bersama kami air tanah. Ini harus dihitung untuk penanganan Pantura apakah bangun tanggul atau menyediakan air minum. Berdasarkan kajian untuk membangun tanggul yang juga berfungsi sebagai jalan membutuhkan biaya Rp10 triliun per 10 kilometernya,” ucapnya.
Direktur Sungai dan Pantai, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Dwi Purwantoro menuturkan pembangunan tanggul pantai dan giant sea wall di Pantai Utara Pulau Jawa akan dilakukan secara bertahap. Tahapan itu dilakukan seiring dengan kebutuhan biaya yang besar sehingga akan dilakukan pada wilayah yang mendesak dibangun tanggul dan giant sea wall.
“Di Jakarta yang juga mengalami tingkat penurunan tanah cepat kami bangun tanggul pantai dan Giant Sea Wall untuk tahap A dulu, baru tahap B, baru tahap C,” ujarnya.
Adapun pembangunan tanggul pantai sepanjang 1 kilometer membutuhkan biaya sekitar Rp1 triliun sehingga untuk pembangunan tanggul pantai mulai dari Provinsi Banten sampai Kota Surabaya, Jawa Timur diestimasikan akan membutuhkan biaya mencapai Rp600 triliun.
Biaya pembangunan Tanggul Pantai itu juga belum mencakup penyediaan air bersih, sanitasi dan lainnya dimana jika diestimasikan total bisa mencapai Rp800 triliun.
“Memang biayanya sangat mahal, per 1 kilometer itu sekitar Rp1 triliun. Jadi. kalau dari Banten sampai Surabaya sekitar Rp600 triliun, itu baru bangunannya. Belum penyediaan air bersih, sanitasi dan lainnya. Jadi, kurang lebih sekitar Rp800-an triliun kalau enggak salah,” katanya.
Pembangunan tanggul pantai tahap A dan B akan dilakukan mulai dari Pantura Provinsi Banten sampai Pantai Ancol, Jakarta Utara. Kemudian, pembangunan Tanggul Pantai tahap C akan dilakukan mulai dari Pantai Ancol, Jakarta Utara sampai dengan Pantai Utara Kabupaten Bekasi. Kemudian, nantinya akan ada tahap berikutnya yakni pembangunan tanggul pantai hingga Pantura di Kota Surabaya, Jawa Timur.
“Jadi yang A ini dari Banten sampai dengan Ancol, nanti rencana juga tahap B ini dari Banten sampai Ancol. Yang tahap C ini dari Ancol sampai dengan Bekasi,” ucapnya.
Untuk di kawasan Jakarta, perlindungan banjir melalui pembangunan tanggul pantai hingga muara sungai yang adaptif dan terintegrasi dengan sistem polder. Pembangunan tanggul tahap A yakni pantai dan muara sungai dilakukan sepanjang 46 kilometer dari total 120 kilometer.
“Telah dikerjakan sampai dengan 2019 sepanjang 12,66 kilometer. Tahun 2020 dibuat MoU pembagian tugas PUPR dan DKI sepajang 33,54 kilometer. Progres keseluruhan untuk tugas Kementerian PU sudah 91%,” ujarnya.
Selanjutnya, tahap kedua akan dibangun tanggul laut tahap B sepanjang 20,1 kilometer dari Teluk Naga Banten hingga Ancol Barat DKI Jakarta. Kemudian, pembangunan tanggul laut tahap C sepanjang 12 kilometer dari Ancol Barat DKI hingga Bekasi Jawa Barat.
Dia menuturkan jika program NCICD tidak dilanjutkan dan penurunan muka tanah terus terjadi secara konstan, sebagai contoh pada Muara Baru (Waduk Pluit) sebesar 10 cm per tahun, maka elevasi air laut akan berada di atas tanggul pantai tahap A pada 2033.
Hal ini diperlukan tanggul laut terbuka tahap B yang akan memperpanjang umur tanggul pantai tahap A hingga 2045. Apabila penurunan muka tanah terus terjadi, maka tanggul tahap B perlu ditutup dan memerlukan pintu air serta stasiun pompa yang ditempatkan pada celah yang terbuka pada tanggul laut terbuka tahap B untuk mengendalikan banjir secara permanen.
Adapun rencana pembangunan tanggul laut terbuka tahap B dilakukan pada 2030 hingga 2050. Pembangunan tanggul laut terbuka ini dapat mengurangi tinggi gelombang hingga 1,3 meter di tanggul pantai tahap A dan dengan prosentase hingga 80%
“Menyediakan akses nelayan ke laut dan area tangkapan ikan. Menciptakan potensi hutan bakau baru seluas 130 hektare. Tidak membutuhkan pompa, Potensi pengembangan kawasan baru seluas 1.311 hektare,” tutur Dwi.