Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah emiten mulai serius mengurangi ketergantungan pada bisnis batu bara. Hal ini tecermin dari sejumlah aksi korporasi, mulai dari divestasi hingga diversifikasi dari bahan bakar fosil tersebut.
Menjauhnya perusahaan dari batu bara sejalan dengan komitmen Indonesia untuk meninggalkan energi kotor. Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Brasil, Selasa (19/11/2024) membeberkan rencana Indonesia untuk memensiunkan pembangkit listrik tenaga uap atau fosil dalam 15 tahun ke depan.
Prabowo mengatakan bahwa rencana itu merupakan salah satu upaya Indonesia untuk mencapai target emisi nol atau net zero emission sebelum 2050.
Batu bara sendiri masih menjadi andalan perekonomian Indonesia. Selama Januari-September 2024, ekspor komoditas ini menembus US$22,68 miliar dan volume 299,41 juta ton.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor batu bara pada Oktober 2024 di level US$2,52 miliar dan volume 34,77 juta ton.
Berikut adalah emiten-emiten tersebut:
Baca Juga
PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA)
TOBA resmi melepas dua aset pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas 200 megawatt (MW) setelah mendapat restu pemegang saham pada rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 14 November 2024.
Pelepasan ini ditempuh melalui divestasi anak usaha pengelola dua PLTU tersebut, PT Minahasa Cahaya Lestari (MCL) dan PT Gorontalo Listrik Perdana (GLP), dengan PT Kalibiru Sulawesi Abadi (KSA) sebagai pembeli. Adapun nilai transaksi diestimasi sekitar US$144,8 juta atau lebih tinggi dari investasi awal TOBA sebesar US$87,4 juta.
Manajemen emiten yang dinahkodai Pandu Sjahrir itu mengemukakan divestasi PLTU akan memberikan fleksibilitas finansial bagi TOBA untuk berinvestasi lebih lanjut di sektor-sektor berkelanjutan, termasuk pengelolaan limbah, energi baru dan terbarukan, serta ekosistem kendaraan listrik.
PT Indika Energy Tbk. (INDY)
Emiten Arsjad Rasjid ini memiliki target untuk mencapai 50% pendapatan dari bisnis nonbatu baru pada 2028 dan mencapai emisi nol pada 2050. Mereka tercatat telah beberapa kali melepas sayap bisnis terkait pertambangan dan perdagangan komoditas tersebut.
INDY tercatat telah melepas 51,0% saham di PT Multibahtera Segara Sejati Tbk. (MBSS), perusahaan yang beroperasi dalam logistik dan pengapalan komoditas tambang, ke PT Galley Adhika Arnawama (GAA) pada 6 Agustus 2021. Pelepasan saham tersebut mendatangkan transaksi senilai US$41,31 juta dan dirampungkan pada 8 Oktober 2021.
Indika kembali melepas portofolio bisnis batu bara dengan penjualan 69,8% saham di PT Peterosea Tbk. (PTRO) kepada PT Caraka Reksa Optima (CARA) pada 18 Februari 2022 kepada. Transaksi bernilai US$146,58 juta atau setara Rp2,1 triliun (berdasarkan kurs saat itu) tersebut dirampungkan pada Juni 2022.
Aksi teranyar divestasi dilakukan INDY pada Februari 2024 seiring dengan diselesaikannya penjualan 100% saham PT Multi Tambangjaya Utama (MUTU) kepada emiten miliki Prajogo Pangestu PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN). Transaksi tersebut meliputi nominal senilai US$218 juta, termasuk hak pemasaran yang dimiliki oleh Indika Capital Investment Pte Ltd.
PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO)
Emiten milik Garibaldi ‘Boy’ Thohir yang dahulu bernama PT Adaro Energy Indonesia Tbk. tersebut resmi mengalihkan fokus dari bisnis bahan bakar fosil tersebut dengan memisahkan atau spin-off sektor bisnis batu bara termal PT Adaro Andalan Indonesia (AADI).
Presiden Direktur dan Chief Executive Officer ADRO Garibaldi Thohir mengatakan perusahaan tengah mengupayakan ekspansi strategis dan diversifikasi di segmen nonpertambangan batu bara. Hal ini bertujuan untuk menciptakan portofolio bisnis yang lebih seimbang dan mencapai target untuk menghasilkan sekitar 50% pendapatan dari nonbatu bara termal paling lambat pada 2030.
“Kami berpandangan bahwa langkah ini efektif untuk memaksimalkan kinerja PT Adaro Andalan Indonesia dan pilar bisnis nonbatu bara termal karena dapat memungkinkan masing-masing perusahaan untuk berfokus pada pengembangan kekuatan inti serta terus memanfaatkan sumber daya dan potensinya,” kata Garibaldi pada Oktober 2024.
Sebagaimana diketahui, AADI saat ini tengah dalam proses penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO). AADI melepas sebanyak 778,6 juta saham, atau setara 10% dari total saham dicatatkan perseroan. Berdasarkan keterangan dari laman e-ipo, AADI akan menawarkan sebanyak 7,78 juta lot saham ke investor.
Tahap book building telah berlangsung pada 12 November 2024 hingga 18 November 2024 dengan harga penawaran di rentang Rp4.590-Rp5.900 per saham. Dengan demikian, nilai IPO ini berpotensi mencapai Rp3,57 triliun hingga Rp4,59 triliun.
Dalam prospektusnya, Adaro Andalan Indonesia menjelaskan memproduksi batu bara melalui anak usaha seperti PT Adaro Indonesia, PT Mustika Indah Permai, dan Balangan Coal. Untuk tambang Adaro Indonesia (AI), AADI menjelaskan AI telah memulai produksi komersial sejak Oktober 1992.
Total cadangan yang dimiliki AI mencapai 642 juta ton, dengan sumber daya mencapai 3,39 miliar ton pada akhir Juni 2024.
Per 30 Juni 2024, produksi batu bara AI mencapai 25,69 juta ton, naik 3% dari 24,98 juta ton pada periode yang sama tahun 2023. Pendapatan usaha dari AI ini mencapai US$2,14 miliar sampai 30 Juni 2024, dan mencapai US$4,92 miliar sepanjang tahun 2023.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.