Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

EBT Sering Disorot Capres Cawapres, Ini Daftar Emiten Energi Terbarukan dan Valuasi Sahamnya

Valuasi emiten energi baru terbarukan (EBT) di Bursa Efek Indonesia masih relatif murah dan menarik ketimbang saham-saham energi fosil.
Teknisi melakukan pengecekan rutin pada proyek PLTS Terapung Cirata, Purwakarta, Jawa Barat pada Selasa (26/9/2023). - Bisnis/Rachman
Teknisi melakukan pengecekan rutin pada proyek PLTS Terapung Cirata, Purwakarta, Jawa Barat pada Selasa (26/9/2023). - Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA — Energi baru dan terbarukan menjadi perhatian capres dan cawapres dalam Pilpres 2024, yang kini tengah memasuki periode penghitungan real count oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan begitu juga dengan emiten-emiten EBT.

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, pasangan capres dan cawapres nomor urut 2 dalam pilpres 2024 yang kini unggul dalam perhitungan quick count sejumlah lembaga maupun real count oleh KPU, misalnya, program kerjanya difokuskan pada upaya mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.

Gibran berulangkali menyatakan Indonesia berpeluang menjadi raja energi hijau dunia melalui pengembangan produk bio- diesel dan bio-avtur dari sawit, bio- ethanol dari tebu dan singkong, serta energi hijau lainnya dari angin, matahari, dan panas bumi.

Dia optimistis program biodiesel B50 dan campuran ethanol E10 akan dapat tercapai pada 2029, dengan sumber daya alam yang ada.

Visi dan misi pasangan Prabowo Gibran mencatat program kerja diarahkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil sekaligus menjadikan Indonesia sebagai raja energi hijau dunia (super power) dalam bidang energi baru dan terbarukan (renewables) dan energi berbasis bahan baku nabati (bioenergy).

Program Kerja Koalisi Indonesia Maju bidang Energi dan Ekonomi Hijau

Swasembada Energi

  1. Mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil sekaligus menjadikan Indonesia sebagai raja energi hijau dunia (super power) dalam bidang energi baru dan terbarukan (renewables) dan energi berbasis bahan baku nabati (bioenergy).
  2. Mengembalikan tata kelola migas dan pertambangan nasional sesuai amanat Konstitusi, terutama Pasal 33 UUD 1945.
  3. Memperbaiki skema insentif untuk mendorong aktivitas temuan cadangan sumber energi baru untuk meningkatkan ketahanan dan kedaulatan energi nasional.
  4. Merevisi semua tata aturan yang menghambat untuk meningkatkan investasi baru di sektor energi baru dan terbarukan (EBT).
  5. Mendirikan kilang minyak bumi, pabrik etanol, serta infrastruktur terminal penerima gas dan jaringan transmisi/distribusi gas, baik oleh BUMN atau swasta.
  6. MemperluaskonversiBBMkepada gas dan listrik untuk kendaraan bermotor. Meningkatkan dan menambah porsi energi baru dan terbarukan dalam bauran listrik PLN.
  7. Melanjutkan dan mengevaluasi pengembangan kawasan ekonomi khusus yang terspesialisasi dengan            mengedepankan ekonomi hijau dan/atau ekonomi biru

Ekonomi Hijau

  1. Mencegah dan menindak tegas pelaku pencemaran, perusakan lingkungan, dan pembakaran hutan.
  2. Melindungi keanekaragaman hayati, flora, dan fauna berdasarkan kearifan lokal sebagai bagian dari aset bangsa.
  3. Menindak tegas praktik pertambangan yang merusak lingkungan dan mendorong upaya restorasi, rehabilitasi, dan pemulihan lingkungan terdegradasi untuk mengembalikan fungsi ekologis lahan produktif.
  4. Memberikan hukuman seberat- beratnya kepada pemilik perusahaan yang terlibat dalam pembalakan liar, kebakaran hutan, dan pembunuhan hewan langka yang dilindungi.
  5. Mengampanyekan budaya ramah lingkungan seperti mengganti penggunaan kantong plastik dengan bahan yang ramah lingkungan dan bisa didaur ulang.
  6.  Meningkatkan perlindungan satwa dan tumbuhan langka, endemik, dan terancam punah melaluipenghentianperdagangan satwa liar dan tumbuhan langka, upaya konservasi dan perlindungan genetik, habitat, serta ekosistemnya.
  7. Meningkatkan anggaran untuk memperkuat riset dan kompetensi peneliti di bidang pelestarian satwa/tumbuhan liar, langka, dan terancam punah.
  8. Mencegah deforestasi melalui pemanfaatan areal kurang produktif/lahan terdegradasi dan meningkatkan peran serta multi- pihak dalam pengawasan potensi kebakaran dan perambahan hutan.
  9. Menerapkan standar pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan melalui sistem sertifikasi produk yang dihasilkan dari praktik pengelolaan sumber daya ramah lingkungan.
  10. Akselerasi rencana dekarbonisasi untuk mencapai target net zero emission.
  11. Mengembangkan ekosistem yang terus mengakselerasi pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam yang berkaitan dengan carbon sink dan carbon offset untuk mengakselerasi target net zero emission dan memanfaatkan kesempatan dari ekonomi hijau.
  12. Melanjutkan program mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (coal-fired power plant retirement) dengan berdasarkan pada asas keadilan dan keberimbangan.
  13. Melanjutkan program biodiesel dan bio-avtur dari kelapa sawit.
  14. Mengembangkan bioetanol dari singkong dan tebu, sekaligus menuju kemandirian komoditas gula.
  15. Mengembangkan sumber energi hijau alternatif, terutama energi air, angin, matahari, dan panas bumi.

Daftar Emiten EBT di Bursa Efek Indonesia

Adapun, di lantai Bursa Efek Indonesia terdapat daftar 11 emiten yang khusus bergerak di industri kelistrikan maupun sektor energi terbarukan (EBT).

Sebaliknya, emiten minyak dan gas bumi (migas) maupun batu bara tercatat ada sekitar 48 emiten. Sejumlah emiten energi fosil (kecuali gas) tentu saja diharapkan melakukan transisi energi seiring dengan komitmen Net Zero Emission (NZE) tahun 2060 atau bahkan lebih cepat.

Transisi energi memang merupakan proses panjang yang harus dilakukan oleh negara-negara di dunia untuk menekan emisi karbon yang dapat menyebabkan perubahan iklim.

Kesepakatan dalam transisi energi bertujuan untuk menuju ke titik yang sama yaitu pemanfaatan energi bersih yang terus meningkat. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun telah memastikan Indonesia akan mencapai Net Zero Emission (NZE) tahun 2060 atau lebih cepat.

Meski demikian, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif beberapa kali menyampaikan bahwa sebagai perantara menuju NZE, energi fosil masih akan dimanfaatkan sebagai sumber energi sementara di Indonesia pada masa transisi energi.

Arifin mengungkapkan, minyak dan gas bumi serta batu bara akan menjadi sumber energi perantara untuk transportasi sebelum digantikan dengan kendaraan listrik serta serta gas bumi dapat dimanfaatkan untuk energi transisi sebelum energi baru terbarukan (EBT) 100% di pembangkit listrik.

"Pada periode transisi energi, energi fosil masih memiliki peran penting untuk dikembangkan sebelum yang lebih bersih tersedia," jelasnya beberapa waktu lalu.

Nantinya, gas bumi akan berperan sebagai penopang bahan bakar pembangkit EBT yang masih intermitten dan mineral akan tetap digenjot terutama untuk proses hilirisasi. "Mineral juga masih menjadi sumber pilihan utama untuk (pembuatan) baterai," jelas Arifin.

Ke depan, pemerintah tengah melakukan pengurangan penggunaan batubara sebagai sumber energi dengan menggunakan teknologi CCS/CCUS (Carbon Capture, Utilizaton and Storage), pengembangan Dimethyl Ether (DME) pengganti elpiji serta peningkatakan nilau tambah mineral melalui hilirisasi di dalam negeri.

Menteri ESDM menjelaskan, emisi sektor energi Indonesia pada tahun 2021 sebesar 530 juta ton CO2e. Diperkirakan peak emisi terjadi sekitar tahun 2039 sebesar 706 juta ton CO2e. Emisi berkurang secara signifikan setelah tahun 2040 mengikuti selesainya kontrak pembangkit fosil.

Pada tahun 2060, emisi pada pembangkit adalah nol. Sementara tingkat emisi 2060 pada skenario NZE masih sebesar 401 juta ton CO2e yang berasal dari sisi demand, utamanya dari sektor industri dan transportasi.

Valuasi Emiten EBT vs Emiten Energi Fosil

Berdasarkan data Bloomberg, rata-rata price to earning ratio (PER) sektor energi fosil berada di atas 10 kali, yaitu tepatnya 18,27 kali, sedangkan price to book ratio (PBV) jauh di atas 1 kali, yaitu 10,64 kali.

Sementara itu, rata-rata PER industri EBT tercatat 10,62 kali dan PBV di sekitaran, 4,93 kali.

Dua indikator tersebut, yaitu PER dan PBV, kerap dijadikan salah satu rujukan untuk melihat mahal atau murahnya valuasi suatu saham. Sebagai pedoman, suatu saham dikatakan memiliki valuasi murah jika memiliki PER di bawah 10 kali dan PBV di bawah 1 kali.

Tentu saja, pedoman tersebut perlu diperkuat atau didukung dengan metode valuasi lainnya.

Dengan valuasi emiten-emiten EBT yang relatif masih murah dibandingkan dengan emiten energi fosil, tentu saham-saham di sektor ini dapat menjadi pertimbangan untuk investasi dalam jangka panjang.

Meski demikian, ada sedikit catatan untuk valuasi saham BREN dalam daftar emiten EBT. Pasalnya, emiten milik konglomerat Prajogo Pangestu tersebut, memiliki PER dan PBV, masing-masing lebih dari 433 dan 190.

Valuasi Saham Emiten EBT
Kode Saham PER (kali) PBV (kali) Rata-rata ROE (% dalam 5 tahun) Rata-rata Return on Invested Capital (% dalam 5 tahun)

POWR

7,66 0,94 12,99 8,75

DSSA

10,13 5,64

10,35

13,27

KEEN

10,83

1,06

5,17

4,74

SEMA

12,16 1,16 - -

TGRA

21,52 0,43 0,36 -0,07

OASA

25,69 0,07 1,27 -1,23

ARKO

37 5,43 - -

BREN

433,22 190,53 - -

PGEO

18,09 1,66 - -

MPOW

-29,42 0,36 0 3,06

JSKY

-1,45 0,66 2,71 5,99

Pasalnya, Laporan McKinsey Global Energy Perspective 2023 menyebutkan pangsa pasar energi baru terbarukan (EBT) diproyeksikan meroket hingga 50% pada 2030 dan mencapai 65%—85% pada 2050.

Berdasarkan skenario dalam laporan McKinsey yang diterbitkan pada November 2023, energi terbarukan terutama disumbang oleh energi matahari dan angin.

Laporan McKinsey menyebutkan peningkatan pemanfaatan energi terbarukan dapat mengakibatkan penurunan emisi dari pembangkit listrik antara 17%—71% pada 2050 dibandingkan dengan tingkat saat ini, meskipun permintaan listrik mengalami peningkatan dua kali lipat atau bahkan tiga kali lipat.

Meski demikian, harus diakui pengembangan energi baru terbarukan menghadapi berbagai tantangan, mulai dari masalah rantai pasok hingga proses perizinan yang lambat dan dampak pembangunan jaringan listrik.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Gajah Kusumo
Editor : Gajah Kusumo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper