Bisnis.com, JAKARTA — Produsen energi surya China yang tengah terpuruk kini menghadapi ancaman baru. Penurunan permintaan diperkirakan memperburuk kondisi pasar yang sudah kelebihan pasokan.
Rekor pertumbuhan industri surya di China menyembunyikan realitas pahit bagi para produsen komponen energi tenaga surya. Persaingan ketat memaksa mereka menjual dengan harga rendah sehingga menggerus margin keuntungan.
Di sisi lain, proteksionisme yang meningkat di berbagai negara juga menghambat ekspor. Keadaan ini diperkirakan akan makin sulit karena pemasangan panel yang sempat melonjak karena kebijakan pemerintah kini mulai melandai.
Pada April saja, pemasangan tenaga surya di China mencapai 45 gigawatt (GW). Kapasitas itu tiga kali lipat lebih tinggi daripada periode yang sama tahun sebelumnya. Tambahan selama April membuat total kapasitas tenaga surya di China mencapai satu terawatt (TW) atau sekitar setengah dari total kapasitas dunia.
Namun, lonjakan itu bukan didorong oleh permintaan nyata. Sebaliknya, para pengembang mempercepat proyek tenaga surya untuk mengamankan kondisi yang lebih menguntungkan sebelum dua kebijakan baru diberlakukan.
Kebijakan pertama, yang mulai berlaku pada Mei, membatasi instalasi atap. Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap merupakan segmen yang berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Baca Juga
Kebijakan kedua yang berlaku awal bulan ini, mencabut perlindungan harga bagi pembangkit dan memaksa mereka bersaing di pasar terbuka, bahkan pada saat pasokan listrik melimpah.
“Setelah lonjakan saat ini berakhir, prospek industri surya China pada paruh kedua tahun ini tetap sangat tidak pasti,” tulis lembaga riset Trivium China dalam sebuah catatan bulan lalu, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (10/6/2025).
Produsen peralatan energi surya kemungkinan kesulitan merasakan keuntungan dari lonjakan ini karena telah membangun kapasitas terlalu besar. Keuntungan mereka tercatat telah turun selama dua tahun terakhir.
Lima produsen besar komponen energi surya China, yakni JA Solar Technology Co., Jinko Solar Co., Longi Green Energy Technology Co., Tongwei Co., dan Trina Solar Co., mencatat kerugian gabungan lebih dari 8 miliar yuan atau sekitar US$1,1 miliar pada kuartal I/2025.
Kondisi industri energi surya China mungkin akan memburuk karena para pengembang akan mengurangi pembelian panel dalam beberapa bulan ke depan. Citigroup Inc. memperkirakan pemasangan akan melambat menjadi 90–95 GW pada paruh kedua tahun ini, dari 155–160 GW pada paruh pertama, menurut catatan bulan lalu.
Bloomberg melaporkan bahwa respons industri terhadap masalah kelebihan kapasitas sejauh ini bersifat parsial. Pameran Shanghai tahun lalu diawali dengan penghematan, termasuk PHK dan penghentian produksi. Di akhir tahun, beberapa perusahaan meluncurkan program disiplin diri untuk mengendalikan pasokan. Di sisi lain, isu pemangkasan produksi kembali mencuat pada Mei.
Sektor surya China enggan mengambil langkah lebih tegas karena kebijakan jangka panjang yang menopang pertumbuhan industri ini masih berlaku. Komitmen pemerintah terhadap energi terbarukan untuk mencapai target iklim tetap kuat.
Beijing juga memprioritaskan peningkatan jaringan listrik agar mampu menampung lebih banyak energi bersih. Mekanisme harga berbasis pasar dan biaya surya yang lebih murah diharapkan mampu menggantikan sumber energi lain.
Sementara itu, Analis BloombergNEF Zhao Tianyi memperkirakan pembangunan dapat kembali tumbuh pada akhir tahun setelah pengembang mengevaluasi implementasi kebijakan harga baru oleh pemerintah daerah, meski prospek ini diwarnai kuartal III/2025 yang lesu. Selain itu, instalasi diperkirakan meningkat pada kuartal IV/2025 karena pengembang berlomba menyelesaikan proyek skala besar di wilayah pedalaman sebelum tenggat waktu.
Terlepas dari tantangan industri, BloombergNEF masih memproyeksikan pertumbuhan tahunan sebesar 9% dengan total instalasi mencapai 302 GW tahun ini.
“Kelebihan kapasitas tetap menjadi pedang bermata dua yang menggantung di atas kepala kami,” kata Zhu Gongshan, ketua GCL Technology Holdings Ltd.
Zhu Gongsan mengatakan paruh kedua tahun ini hingga kuartal I/2026 adalah periode jendela yang krusial untuk reformasi sisi pasokan industri fotovoltaik.
“Kami harus bekerja bersama untuk mendorong industri menuju jalur pembangunan berkualitas tinggi,” katanya.