Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mulai 1 Januari 2026, Pemprov Bali Larang Peredaran Air Kemasan di Bawah 1 Liter

Pada tahun depan, botol air mineral di bawah satu liter tidak akan lagi diedarkan di seluruh Bali.
Pulau Bali sebagai salah satu destinasi wisata berskala internasional. Dok Istimewa
Pulau Bali sebagai salah satu destinasi wisata berskala internasional. Dok Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Produsen air mineral diminta untuk menaati aturan pemerintah daerah untuk membatasi penggunaan plastik sekali pakai untuk menekan timbulan sampah plastik.

Gubernur Bali I Wayan Koster mengatakan pihaknya melarang produksi botol air mineral dalam kemasan berkapasitas kurang dari satu liter yang mulai berlaku 1 Januri 2026 sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi pencemaran plastik di pulau tersebut. Pasalnya, sampah plastik menjadi masalah yang memengaruhi sejumlah destinasi wisata yang populer di Pulau Dewata.

Adapun hampir semua lokasi tempat pembuangan akhir (TPA) di seluruh pulau tersebut telah mencapai kapasitas maksimum, dengan sebagian besar sampah terdiri dari plastik sekali pakai, khususnya botol air mineral dalam kemasan.

"Para pelaku usaha harus segera menghentikan produksi mereka dan menjual stok yang tersisa. Per tahun depan, botol air mineral (dalam kemasan) di bawah satu liter tidak akan lagi diedarkan di seluruh Bali. Bali merupakan tempat yang dikagumi berkat budaya dan alamnya. Jika penuh dengan sampah, siapa yang akan berkunjung? Jika wisatawan menghilang, ekonomi akan berhenti tumbuh," ujarnya dilansir Antara, Jumat (6/6/2025). 

Dia berharap kebijakan itu akan membantu Bali menjadi model bagi daerah lainnya di Indonesia terkait pengadopsian kebijakan yang ramah lingkungan.

Selainn itu, pihaknya mengeluarkan surat edaran pada April yang menyoroti isu terkait. Dalam surat itu, penggunaan plastik sekali pakai seperti kantong dan sedotan dilarang di berbagai tempat, termasuk kantor pemerintahan, pasar, tempat usaha, lembaga publik, hingga tempat ibadah. Pihak pengelola tempat dan fasilitas tersebut wajib memiliki sistem pengelolaan limbah dan polusi yang memadai, misalnya, pemilahan sampah, pengomposan bahan organik, dan tempat daur ulang sampah anorganik.

Bagi pihak yang tidak mematuhi aturan ini, izin usahanya terancam dicabut. Sementara itu, desa yang mengabaikan kebijakan tersebut berisiko tidak lagi menerima bantuan sosial dari pemerintah.

Menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, yang dioperasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, tumpukan sampah di Bali tahun lalu mencapai 1,2 juta ton, dengan Denpasar sebagai kontributor terbesar, menghasilkan limbah sekitar 360.000 ton.

Pada Februari, Institute for Essential Services Reform (IESR), wadah pemikir (think tank) dalam bidang kebijakan energi dan iklim yang berbasis di Jakarta, melaporkan bahwa timbulan sampah di Bali meningkat 30% dari 2000 hingga 2024, yang terutama disebabkan oleh kurangnya kesadaran terkait pengelolaan sampah di sebagian besar masyarakat.

Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisiol Nurofiq mengatakan pihaknya mengapresiasi Pemprov Bali yang mengeluarkan aturan mengenai pembatasan botol air kemasan di bawah satu liter dengan hanya satu produsen yang belum menyatakan kesanggupan mematuhi ketentuan tersebut.

Dia mengingatkan adanya urgensi untuk menekan sampah plastik, merujuk kepada laporan United Nations Environment Programme (UNEP) pada 2021 bahwa terdapat produksi 400 juta ton plastik setiap tahun di mana hanya 10% di antaranya yang berhasil didaur ulang. Hal itu juga terjadi di Indonesia. 

Berdasarkan Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) telah melaporkan dari 34,2 juta ton sampah pada 2024 dari 317 kabupaten/kota, sebanyak 19,74% di antaranya adalah sampah plastik. Padahal, hanya 39,01% sampah nasional yang terkelola dengan layak, sementara sisanya berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) open dumping atau pembuangan terbuka, dibakar atau bahkan mencemari lingkungan.

"Saya minta keterlibatan dunia usaha untuk menekan timbulan sampah plastik, dengan merancang produk yang bisa didaur ulang. Tolong diingat kepada semua dunia usaha tidak ada alasan lagi untuk tetap memproduksi plastik yang tidak bisa kita olah dan susah kita daur ulang, yang susah kita tangkap lagi di lapangan. Semisal plastik saset kecil," katanya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper