Bisnis.com, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menanti kepastian pasar untuk produk biofuel dari minyak goreng bekas atau (used cooking oil/UCO) mengingat biaya produksinya masih tinggi.
Manager Industrial Sales PT Pertamina Patra Niaga Samuel Hamonangan Lubis mengatakan pemrosesan bahan baku UCO masih membutuhkan biaya yang tinggi per liternya. Saat ini, harganya berkisar Rp25.000 per liter.
Dengan begitu, Pertamina memperhatikan betul kondisi permintaan demand, sehingga dengan rendahnya permintaan, maka produksi juga disesuaikan.
“Artinya, kalau pasar sudah merespon ini dengan baik, mau menerima harga sekitar Rp25.000 per liter, sebagai upaya untuk sustainability fuel, itu sangat baik buat kami,” ujarnya, pekan lalu di sela konferensi ICOPE 2025, di Denpasar.
Adapun minyak jelantah berpeluang untuk diolah menjadi biodiesel yang dapat digunakan menjadi substitusi minyak solar bagi mesin diesel untuk sektor transportasi maupun industri.
Pertamina telah menyiapkan sejumlah program untuk merespons komitmen target Net Zero Emission (NZE) 2060, di antaranya dengan terus mengembangkan EBT serta BBM yang lebih ramah lingkungan.
Baca Juga
Belum lama ini, Pertamina Patra Niaga telah meluncurkan program Green Movements UCO, yaitu program pengumpulan UCO di sejumlah SPBU.
Program Green Movement UCO ini merupakan program pilot project yang akan berlangsung selama setahun kedepan dengan evaluasi berkelanjutan untuk ekspansi ke lokasi lainnya di Indonesia. Pengunjung yang menyetorkan minyak jelantah akan memperoleh rewards berupa saldo e-wallet sebesar mulai dari Rp6.000 per liter.
Selain mendorong aktivasi publik, Pertamina juga membuka pintu bagi pengumpul UCO untuk menjualnya kepada perseroan. “Terkait harga mungkin harganya bisa mendekati [Rp6.000], namanya business to business kan banyak pertimbangan. Tapi buat kami, kami sangat terbuka terhadap kerja sama ini,” ujanya.
Melansir Antara, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) mampu mengolah minyak jelantah dengan kapasitas 6.000 barrel per hari untuk menghasilkan Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) dan Sustainable Aviation Fuel (SAF) dengan produksi sekitar 300.000 kiloliter per tahun.
Terpisah, Senior Vice President (SVP) Technology Innovation Pertamina, Oki Muraza mengatakan Pertamina sedang mengembangkan bioenergi guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. Setidaknya tiga produk yang dikembangkan Pertamina yakni, bioetanol, HVO, dan SAF.
“Pertamina selalu melakukan yang terbaik agar harga energi tersebut tetap affordable dan terjangkau masyarakat Indonesia,” katanya.