Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan Indonesia tak akan keluar dari komitmen Perjanjian Paris (Paris Agreement) terkait transisi energi hijau yang dicetuskan pada 2016 lalu. Meski, salah satu negara pencetusnya, Amerika Serikat, meninggalkan perjanjian tersebut.
Menteri ESDM vmengatakan keputusan yang dibuat Presiden AS Donald Trump untuk keluar dari Paris Agreement sangat mengubah peta dunia terkait transisi energi. Kala perjanjian dimulai, seluruh dunia berbondong-bondong membuat peta jalan energi hijau untuk menciptakan industri yang bersih.
"Tapi begitu Pak Trump jadi Presiden Amerika, bubar jalan ini semua, bubar jalan. Kita pikir batu bara sudah selesai, eh bernyawa lagi barang ini, bernyawa lagi barang ini," ujar Bahlil, Selasa (11/2/2025).
Bahlil menegaskan bahwa Indonesia tetap berkomitmen untuk melanjutkan transisi energi bersih. Namun, dia menyebutkan bahwa pihaknya akan melanjutkan dengan mengukur skala prioritas dari sisi keuangan negara dan biaya kelistrikan nasional.
Dalam konteks listrk berbasis batu bara atau PLTU, dia tak menyangkal bahwa harga listrik dapat jauh lebih murah ketimbang listrk berbasis energi baru terbarukan (EBT).
"Jadi PLTU saya lihat masih salah satu hal yang harus kita pertimbangkan karena dia kan biayanya cuma 5-6 sen. Kalau kita pakai energi baru terbarukan di atas 10 sen. Bahkan selisihnya kalau kita pakai antara batu bara dan gas, selisih per satu gigawatt per tahun Rp5-6 triliun," tuturnya.
Baca Juga
Dengan selisih yang cukup besar, Bahlil menuturkan bahwa negara tidak mungkin untuk memberikan subsidi maupun membebankan ke masyarakat. Untuk itu, pihaknya tengah merencanakan untuk menggunakan PLTU namun dicampur dengan EBT.
"Kita blending. Blending dengan gas, kemudian matahari, atau kita lagi mendesain untuk menangkap carbon capture-nya. Sehingga batu baranya itu batu bara bersih," terangnya.
Bahlil juga menegaskan bahwa rencana pemerintah untuk melakukan pensiun dini PLTU tetap dilakukan, namun secara bertahap. Adapun, Bahlil akan mengawalinya dengan pensiun dini PLTU Cirebon yang berkapasitas 600 megawatt (MW).
"Kita memilih untuk tetap komitmen pada energi bersih dengan kita blending antara batu bara, gas, dan energi berbagai yang lain. Tetapi, masyarakat tidak dikorbankan dengan harga yang mahal, dan negara juga tidak dibebani dengan subsidi," pungkasnya.