Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Awas! Ada Risiko di Balik Kendornya Komitmen Transisi Energi

Benarkah tren investasi global mengarah pada negara-negara yang memiliki komitmen kuat untuk bertransisi dan menyediakan sumber energi hijau?
Ilustrasi transisi energi dan pengembangan pembangkit energi baru dan terbarukan./ Bisnis - Puspa Larasati
Ilustrasi transisi energi dan pengembangan pembangkit energi baru dan terbarukan./ Bisnis - Puspa Larasati

Bisnis.com, JAKARTA – Komitmen pemerintah mendorong transisi energi dipertanyakan setelah Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang disetujui DPR RI masih mempertahankan PLTU hingga 2060 dengan memanfaatkan teknologi penangkapan karbon dan co-firing.

Policy Strategist Yayasan Indonesia Cerah Sholahudin Al Ayubi mengatakan pensiun dini PLTU justru bisa membuka peluang ekonomi yang lebih baik untuk masa depan Indonesia, karena tren investasi global kini mengarah pada negara-negara yang memiliki komitmen kuat untuk bertransisi dan menyediakan sumber energi hijau.

Dirinya juga mempertanyakan pernyataan Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi Hashim S Djojohadikusumo, yang dianggap mempertanyakan keikutsertaan Indonesia dalam Perjanjian Paris.

“Pernyataan pemerintah yang ragu melanjutkan Perjanjian Paris dan kemungkinan membatalkan pensiun dini PLTU perlu dipertimbangkan ulang,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (10/2/2025).  

Dengan meratifikasi Perjanjian Paris, Indonesia berkomitmen menurunkan emisi hingga 31,89% dengan upaya sendiri dan 43,2% dengan dukungan internasional pada 2030.

Sektor energi termasuk penghasil emisi terbesar, sehingga Indonesia menargetkan pensiun dini PLTU dan bertransisi ke energi terbarukan.

Al Ayubi menyoroti sejumlah konsekuensi membayangi Indonesia di masa depan jika memutuskan mundur dari Perjanjian Paris. Setidaknya ada empat pertimbangan yang perlu diperhatikan pemerintah dalam inkonsistensi dalam transisi energi.

Pertama, turunnya kepercayaan internasional terhadap Indonesia sebagai mitra global untuk mengatasi krisis iklim.

Kedua, berpotensi menghambat aliran investasi asing ke Indonesia, khususnya dari negara-negara yang berkomitmen pada pembiayaan hijau dan proyek berkelanjutan.

“Jadi, transisi energi sesungguhnya tidak hanya soal upaya menurunkan emisi, melainkan juga cara memaksimalkan potensi ekonomi Indonesia yang sesungguhnya. Jika hal ini tidak kita lakukan, Indonesia akan semakin tertinggal dalam laju supply-demand transisi energi yang sedang terjadi di hampir seluruh negara,” ujar Al Ayubi.

Ketiga, pembangunan energi terbarukan di Indonesia akan terhambat dan ketergantungan negara pada bahan bakar fosil, khususnya batu bara, semakin kuat.

Merujuk laporan International Renewable Energy Agency (IRENA) dan Kementerian ESDM bertajuk Indonesia Energy Transition Outlook pada 2022, transisi dari bahan bakar fosil dapat mengurangi biaya eksternalitas polusi dan perubahan iklim, dengan potensi penghematan hingga US$20 miliar hingga US$38 miliar per tahun atau sekitar 2%-4% produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2050.

Policy Strategist Yayasan Indonesia Cerah Sartika Nur Shalati menyoroti biaya transisi energi terbarukan kini 40%-80% jauh lebih murah sejak 10 tahun terakhir.

“Transisi ke energi terbarukan membantu Indonesia mengurangi ketergantungan pada subsidi bahan bakar fosil yang membebani anggaran negara, sekaligus menciptakan kemandirian energi dan peluang ekonomi jangka panjang,” katanya.

Keempat, krisis iklim yang semakin parah akibat emisi gas rumah kaca yang tidak terkendali, akan berdampak langsung pada sektor-sektor vital ekonomi Indonesia, seperti pertanian, perkebunan, perikanan, dan pariwisata.

Fakta terkini, pada 2024 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah, yang telah melampaui target Perjanjian Paris, yakni membatasi kenaikan suhu bumi di bawah 1,50C.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper