Bisnis.com, JAKARTA – China diperkirakan berhasil mencetak sejarah dengan menurunkan kontribusi batu bara dalam pasokan listrik tahunannya ke bawah 60% pada 2024. Hal ini menjadi tonggak penting dalam upaya transisi energi China dari bahan bakar fosil.
Meski total listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik batu bara masih mencapai rekor tertinggi, penurunan pangsa batu bara dalam bauran energi China menunjukkan sinyal positif yang berimplikasi global.
China, sebagai penghasil sekitar 40% emisi listrik dari bahan bakar fosil dunia, menjadi kunci untuk membalikkan tren polusi global. Jika upaya ini berlanjut, kapasitas energi bersihnya dapat mendorong transisi energi global meski tanpa bantuan signifikan dari negara lain.
Persentase listrik berbahan bakar batu bara di bawah 60% juga bakal menempatkan China di bawah negara dengan ketergantungan tinggi pada komoditas tersebut seperti India dan Indonesia.
Dari total 8.234 terawatt jam (TWh) listrik yang dihasilkan selama 10 bulan pertama 2024, Ember sebagaimana dilaporkan Reuters menyebutkan pembangkit batu bara menyumbang 4.838 TWh atau 58,7% dari total pasokan listrik. Pangsa tersebut turun dari 61,6% pada periode yang sama tahun sebelumnya, dan menjadi level terendah China sepanjang abad ini.
Faktor utama penurunan ini adalah peningkatan bauran listrik dari tenaga angin dan aktivitas industri yang lemah. Hingga Oktober 2024, kontribusi listrik dari tenaga angin mencapai 799 TWh, meningkat 13% dari tahun sebelumnya berkat kapasitas turbin yang lebih besar. Dengan angin yang lebih kuat pada akhir tahun, tenaga angin diprediksi menyumbang lebih dari 12% bauran energi nasional pada November dan Desember.
Di sisi lain, aktivitas industri yang melambat akibat krisis kredit di sektor properti juga menekan konsumsi energi. Produksi material konstruksi dari sektor padat energi seperti semen dan baja telah memicu penurunan permintaan listrik .
Sementara itu, stimulus ekonomi dari Beijing kemungkinan besar akan difokuskan pada sektor berorientasi ekspor seperti kendaraan listrik dan elektronik, alih-alih menggenjot aktivitas konstruksi baru di tengah surplus properti yang belum terjual. Jika permintaan listrik meningkat, kebutuhan energi dapat dipenuhi melalui peningkatan tenaga angin tanpa perlu kenaikan besar dalam pembangkit listrik batu bara.
Jika tren ini berlanjut, China akan memperkuat posisinya sebagai pemimpin dalam diversifikasi energi terbarukan dan menjadi model bagi negara-negara lain yang masih bergantung pada batu bara.
Sebagai catatan, Statistical Review of World Energy 2024 dari Energy Institute menempatkan China sebagai negara dengan konsumsi listrik dari sumber terbarukan terbesar di dunia pada 2023, yakni sebesar 16,13 exajoule dari total konsumsi 170,74 exajoule atau setara 9,45%. Saat itu, konsumsi listrik dengan bahan baku batu bara mencapai 91,94 exajoule atau setara 53,84% dari total konsumsi tahunan.