Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespons tantangan penanganan dan pembiayaan perubahan iklim, implementasi transisi menuju net zero emission (NZE) serta upaya mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dengan menerbitkan Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI).
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyatakan sebagai regulator sektor jasa keuangan, pihaknya berupaya untuk mendukung pemerintah dengan berbagai kebijakan keuangan berkelanjutan, diantaranya melalui Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) sebagai panduan untuk meningkatkan alokasi modal dan pembiayaan berkelanjutan.
“Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia [TKBI] dirancang dengan memperhatikan prinsip interoperabilitas dan kredibilitas, menyeimbangkan aspek ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial, serta bersifat lebih inklusif mencakup pengguna Non-UMKM dan UMKM,” ujarnya dalam sambutan di Buku TKBI, yang diluncurkan, Selasa (20/2/204).
Meningkatnya risiko perlambatan ekonomi dunia dan ketidakpastian global yang terjadi saat ini, kata Mahendra, menjadi tantangan tersendiri bagi berbagai negara dalam memenuhi komitmen Paris Agreement, termasuk komitmen negara maju untuk memobilisasi dana iklim dalam rangka mendukung pencapaian SDGs dan tujuan iklim.
Sebagai respons dari dinamika dan perkembangan keuangan berkelanjutan nasional dan internasional serta menjawab berbagai tantangan penanganan dan pembiayaan perubahan iklim, implementasi transisi menuju net zero emission (NZE) serta upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs), OJK menerbitkan TKBI, yang merupakan transformasi dari Taksonomi Hijau Indonesia Edisi 1.0.
Adapun, TKBI merupakan klasifikasi aktivitas ekonomi yang mendukung upaya dan TPB/SDGs yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan hidup, dan sosial, serta digunakan sebagai panduan untuk meningkatkan alokasi modal dan pembiayaan berkelanjutan dalam mendukung pencapaian target NZE Indonesia tahun 2060 atau lebih awal.
Baca Juga
Kerangka, elemen, dan kriteria TKBI mengacu pada Asean Taxonomy for Sustainable Finance dan kebijakan nasional sebagai referensi utamanya, dengan mengadopsi empat tujuan lingkungan, yaitu EO1-Climate Change Mitigation, EO2-Climate Change Adaptation, EO3-Protection of Healthy Ecosystems and Biodiversity, dan EO4-Resource Resilience and the Transition to a Circular Economy dan tiga kriteria esensial (EC), yaitu EC1-Do No Significant Harm, EC2-Remedial Measure to Transition, dan EC3-Social Aspect.
Terdapat dua pendekatan dalam penilaian aktivitas yaitu Technical Screening Criteria (TSC) untuk segmen korporasi/non-UMKM dan Sector Agnostic Decision Tree (SDT) untuk segmen UMKM.
Hasil akhir dari proses penilaian TKBI yaitu aktivitas diklasifikasikan menjadi “Hijau” atau “Transisi”. Apabila tidak memenuhi kedua klasifikasi tersebut maka aktivitas dinilai “Tidak Memenuhi Klasifikasi”.
Selanjutnya, ruang lingkup TKBI mencakup Nationally Determined Contribution (NDC) related sector beserta perubahannya.
Berdasarkan Enhanced NDC Indonesia 2022, terdapat lima fokus sektor yaitu Energy, Waste, Industry Processes and Product Use (IPPU), Agriculture, dan Forestry and Other Land Use (FOLU).
Agar selaras dengan perkembangan kebijakan di nasional dan kawasan, penyusunan TKBI dilakukan secara bertahap dimulai pada 2024 dengan fokus sektor pertama yaitu sektor energi, kemudian dilanjutkan dengan NDC related sector lainnya pada tahun-tahun berikutnya.
Ke depan sejalan dengan sifat living document, TKBI akan ditinjau secara berkala dalam rangka menjaga kekinian yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kebijakan keuangan berkelanjutan di tingkat nasional dan global.