Bisnis.com, JAKARTA — Rencana pemerintah China untuk mencatatkan obligasi hijau (green bond) di London bakal menguji minat investor internasional untuk mengalihkan fokus iklim ke negara penghasil emisi terbesar tersebut.
Obligasi berdenominasi yuan yang dijadwalkan terbit sebelum akhir tahun ini bertujuan untuk menunjukkan kepemimpinan China dalam inisiasi hijau, seiring dengan mundurnya Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.
Kehadiran obligasi ini juga diharapkan menarik minat investor, mengingat penerbitan surat utang China mengalami penurunan tahunan dalam dua tahun terakhir.
“Keinginan China untuk menghadirkan dorongan baru dalam pasar keuangan hijau adalah hal yang positif,” kata kepala penelitian keuangan berkelanjutan di Asia di Institute for Energy Economics and Financial Analysis, Ramnath Iyer, dikutip dari Bloomberg, Selasa (11/2/2025).
Pemerintah dan perusahaan di seluruh dunia menerbitkan sekitar US$708 miliar obligasi hijau pada 2024, meningkat 8% dibandingkan tahun sebelumnya, menurut data Bloomberg Intelligence.
Eropa masih mendominasi pasar ini, meskipun Asia berpotensi menjadi sumber pertumbuhan baru—terutama karena aktivitas di AS diperkirakan tetap lesu, menurut catatan AXA Investment Managers bulan lalu.
Di bawah pemerintahan Trump yang kedua, AS telah menyatakan niatnya untuk kembali keluar dari Perjanjian Paris, mencabut pendanaan iklim internasional, dan menjajaki opsi hukum untuk membatalkan pinjaman senilai US$400 miliar untuk teknologi energi bersih. Di Eropa, agenda hijau juga menghadapi hambatan akibat keluhan terkait regulasi yang berlebihan serta tantangan ekonomi.
“China adalah penyelamat terakhir bagi transisi hijau,” kata Alicia Garcia Herrero, kepala ekonom Asia Pasifik di Natixis SA, dalam pengarahan di Hong Kong bulan ini. Dia mengemukakan obligasi hijau bisa menjadi penguat argumen tersebut karena adanya permintaan dari Eropa.
Meskipun emisi karbon China berpotensi mencapai puncaknya sebelum target 2030 dan pemasangan energi terbarukan menyentuh rekor, kemajuan iklim negara ini masih belum merata. Emisi diperkirakan meningkat pada 2024 akibat lonjakan permintaan listrik yang mendorong produksi batu bara dan gas alam mencapai rekor tertinggi.
Sejak 2015, total penerbitan obligasi hijau oleh pemerintah dan perusahaan China mencapai lebih dari US$540 miliar. Hal ini menjadikannya pasar terbesar kedua setelah AS, menurut data Bloomberg Intelligence. Namun, mayoritas obligasi ini diterbitkan di dalam negeri atau di Hong Kong, dengan investor asing hanya menguasai 1% pasar obligasi hijau China.
Pemerintah China sendiri sejauh ini belum memberikan detail soal penerbitan obligasi di London, termasuk waktu dan nilai yang direncanakan. Namun, manajer portofolio di Azimut Investment Management Singapura, Kuan Weng Pang, menilai penerbitan sebaiknya mencapai US$3 miliar.
Selain itu, Pang berpendapat obligasi hijau China kemungkinan harus menawarkan imbal hasil setidaknya 20 hingga 30 basis poin di atas suku bunga acuan agar menarik bagi investor internasional. Saat ini, obligasi acuan 10 tahun China di luar negeri diperdagangkan dengan imbal hasil sekitar 1,6%.
Sebagai ekonomi terbesar di Asia, China telah mengambil sejumlah langkah untuk menarik lebih banyak modal asing dengan menyesuaikan standar mereka dengan Uni Eropa dan International Capital Market Association.
Dalam pembicaraan bulan lalu, pejabat China dan Inggris bahkan telah menyepakati kerja sama dalam produk keuangan berkelanjutan, termasuk utang terkait keberlanjutan dengan mata uang ganda dan obligasi keanekaragaman hayati.
Investor di Eropa—pasar utang berkelanjutan terbesar—akan mengawasi dengan ketat penggunaan dana yang direncanakan oleh China guna memastikan kepatuhan terhadap aturan hijau yang ketat di kawasan tersebut.
Sektor energi dan transportasi menjadi penerima utama dana dari penerbitan obligasi hijau luar negeri China, menurut laporan Climate Bonds Initiative tahun lalu.
Sebagian dana dari obligasi yang diterbitkan pemerintah daerah juga dialokasikan untuk bangunan hemat energi, layanan air dan pengolahan limbah, serta manajemen banjir dan ketahanan iklim, kata Nneka Chike-Obi, kepala riset ESG Asia-Pasifik di Sustainable Fitch.
Chike-Obi menambahkan pencatatan obligasi di London akan memberikan kesempatan bagi China untuk meyakinkan pasar akan komitmen hijau mereka.
“Ini juga dapat membantu meningkatkan kredibilitas China di pasar internasional dalam hal komitmen terhadap program dekarbonisasi lainnya,” tambahnya.