Bisnis.com, JAKARTA -- WWF telah merilis laporan Sustainable Banking Assessment (Susba) yang menilai penerapan aspek environmental, social, and governance (ESG) di 39 bank di negara-negara Asean, Jepang dan Korea Selatan. Di Indonesia, laporan itu menilai hanya empat dari 11 bank yang memiliki komitmen nol bersih emisi karbon (net zero emission/NZE).
Susba memiliki enam indikator yakni tujuan, kebijakan, proses, manusia, produk, dan portofolio untuk mengukur perkembangan integrasi ESG pada sektor perbankan. Dalam hasilnya, selain hanya 4 bank yang memiliki komitmen nol bersih emisi karbon, pengembangan produk keuangan yang mendukung transisi nol bersih emisi karbon juga masih terbatas, terutama untuk skala kecil dan menengah.
Selain itu, laporan WWF itu juga menunjukan bahwa risiko dampak alam dan keanekaragaman hayati terhadap kinerja keuangan belum menjadi urgensi kebanyakan bank di Indonesia.
Dalam laporan Susba, empat bank yang dinilai WWF memiliki target nol bersih emisi karbon paling terukur yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Bank BTPN Tbk. (BTPN) pada 2050, serta PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) pada 2060.
Dua bank yakni BCA dan BRI dinilai telah menghitung emisi gas rumah kaca, namun baru satu bank yakni BRI yang menerapkan science-based target initiative (SBTi).
“Perbankan Indonesia perlu meningkatkan upaya atas kebijakan dan prosedur agar nasabah mereka memiliki rencana mitigasi/ rencana aksi untuk mencapai target Perjanjian Paris," kata Sustainable Finance Lead WWF-Indonesia Rizkia Sari Yudawinata dalam keterangan tertulis pada Kamis (20/6/2024).
Baca Juga
Lebih lanjut, menurutnya industri kecil dan menengah yang terlibat dalam rantai pasok patut mendapat perhatian ekstra karena mereka umumnya padat karya dan menjadi kelompok yang rentan terhadap risiko perubahan iklim.
Apalagi, menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS), rasio kredit ke kelompok UMKM mencapai 12,38% terhadap total aset perbankan pada 2023.
Berdasarkan Susba 2023, dukungan khusus yang disalurkan untuk UKM dalam bertransisi menerapkan praktik berkelanjutan masih sangat terbatas, yakni 27%.
Salah satu temuan positif Susba menunjukkan manajemen tertinggi perbankan yakni Direksi dan Komisaris sudah memiliki fungsi dan tanggung jawab untuk mengelola risiko ESG dan perubahan iklim. Namun, kapasitas bank dalam mengukur tingkat risiko tersebut masih minim dan perlu ditingkatkan.
Chief Conservation Officer, WWF-Indonesia Dewi Rizky mengatakan kinerja bank sebagai lembaga intermediasi keuangan tidak luput dari paparan risiko perubahan iklim. "Perubahan pasar dan kebijakan terkait bahan bakar fosil, misalnya, menjadi sebuah risiko yang perlu diperhitungkan pihak perbankan,” tuturnya.
Oleh karena itu, menurutnya bank perlu meningkatkan kapasitas untuk mengidentifikasi dan mengelola dua risiko utama yakni perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. "Pada saat yang sama bank juga berperan penting dalam meningkatkan ketahanan sektor-sektor lain terhadap perubahan iklim,” imbuh Dewi.